Minggu, 23 September 2012

TEOLOGI KRISTEN DI AFRIKA


BAB I
 PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Ajaran Kristen bermula dari kematian Yesus, yang kemudian dipercaya sebagai penebus dosa waris manusia. Setelah itu mulailah disusun konsep teologi Kristen.
Sejak Kristen keluar dari Yerusalem dan mengepakkan sayapnya di Roma, Paulus menegaskan bahwa Kristen bukan untuk bangsa Yahudi saja. Sejak saat itu, pewartaan Injil mulai disebarkan ke berbagai kota dan negara dengan berbagai cara, baik missi, penjajahan, dan lain sebagainya.
Dalam penyebarannya, Kristen bertemu dengan berbagai kebudayaan lokal di mana Injil disebarkan. Agar ajaran Kristen diterima oleh penduduk setempat, mau tidak mau Kristen harus ber-akulturasi dengan budaya setempat. Akulturasi  dengan budaya setempat inilah yang menghasilkan corak Kristen yang lain dengan yang berada di Roma atau di tempat lainnya.
Penyebaran Kristen di Afrika sendiri sebenarnya baru dimulai pada abad ke 20. Akan tetapi sebelum itu sudah ada pemeluk Kristen di bagian utara Afrika. Namun pada abag ke-7 Masehi bertepatan pada awal abad Hijriyah mereka memeluk Islam secara massal. Pada abad ke-16, Portugal sudah menguasai wilayah selatan Sahara, tapi Portugal tidak begitu serius melaksanankan Kristenisasi.
B.     Rumusan Masalah
berdasarkan pada latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas, maka kami mengangkat rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana toelogi Kristen di Afrika?

C.    Metodologi Penulisan
Dalam penyusunan makalah ini kami menggunakan metode library research. Yakni mengumpulkan data-data baik dari buku maupun dari internet.
D.    Sistematika Penulisan
Makalah ini terdiri dari 4 bab, yakni:
Bab I, pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan makalah.
Bab II, sejarah dan perkembangan teologi Kristen di Afrika.
Bab III, corak teologi Kristen di Afrika.
Bab IV, penutup. Di dalamnya terdiri dari kesimpulan dari penjelasan yang sudah dipaparkan dalam makalah ini.

BAB II
TOELOGI KRISTEN DI AFRIKA
A.    Sejarah Teologi Kristen di Afrika
Zending dan missi kekristenan di Afrika sebenaranya benar-benar dimulai pada dalam abad ke-20. Pada abad sebelumnya, abad ke-4, di Afrika sudah terdapat mayoritas Kristen, namun pada abad ke-7 mayoritas tersebut memeluk Islam secara massal sehingga tinggal beberapa daerah saja yang memeluk Kristen itupun daerah yang dikuasai oleh Portugal.
Berbicara mengenai teologi Kristen di Afrika, kita akan banyak menemukan perbedaan-perbedaan yang sangat signifikan bila dibandingkan dengan teologi Barat, karena memang coraknya berkhas Afrika. Dalam penjelasan kali ini, kita akan mengenal yang namanya independent churches atau gereja yang mandiri, yaitu sebutan bagi gereja-gereja yang bebas dari ikatan dengan gereja asli yang melakukan Kristenisasi dan pada umumnya memiliki markas besar di Eropa dan Amerika. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, para pemimpin zending yang terdiri dari orang berkulit putih tidak mau memberikan kekuasaannya kepada orang-orang Kristen Afika termasuk para pemukanya. Seperti acara jamuan kudus dan pengambilan-pengambilan keputusan penting yang masih dipimpin oleh orang berkulit putih. Dari gejala ini timbul gereja yang bebas dari pengawasan Zending, dan berada di bawah pimpinan orang Afrika sendiri yang sudah menerima pendidikan dan pengajaran dari pihak zending.
Faktor yang kedua dimulai pada sekitar tahun 1910-1930. Faktor kali ini tidak hanya melakukan protes terhadap pribadi para pemimpin Barat yang tidak mau menyerahkan pimpinan kepada orang Afirka, tetapi khususnya juga merupakan protes terhadap corak agama, yang dirasakana terlalu kering dan rasionalis. Gereja-gereja ini pada umumnya timbul sebagai kelompok pengikut seorang nabi atau guru yang bersemangat yang langsung bisa berhubungan dengan Tuhan. Pemimpin ini boleh jadi laki-laki maupun perempuan. Aspek penyembuhan seringkali memegang peranan sangat penting dalam kemunculan gereja-gereja baru ini, selain terdapata banyak aspek ajaran Kristen seringkali ditemukan beberapa aspek lain yang bisa dianggapp sebagai usaha menghidupkan kembali alam pemikiran Afrika sebelum agama Kristen masuk di Afrika.[1]
B.     Perkemabangan Teologi Kristen di Afrika
Dari kedua faktor di atas, muncul banyak gereja di Afrika yang secara umum di sebut Africa Independent Churches (AIC). Dari banyaknya gereja-gereja tersebut Ecclesiologists, misiolog, sosiolog dan yang lainnya telah mencoba mengelompokkan mereka sesuai dengan karakteristik umum, meskipun perbedaan pendapat telah muncul. tentang karakteristik yang paling signifikan, dan yang taksonomi yang paling akurat. Meskipun dimungkinkan untuk membedakan kelompok keagamaan dengan fitur-fitur umum, ada juga tumpang tindih banyak, dengan beberapa denominasi berbagi karakteristik dari dua atau lebih kelompok.[2]

1.      Gereja-gerja Ethiopia

Merka menyebutnya sebagai Gereja Ethiopia karena, Ethiopia merupakan sebuah negara yang sudah berabad-abad menganut agama Kristen tanpa menerima bimbingan dari Barat. Gereja ini pada umumnya mempertahankan Kristen doktrin gereja ibu mereka dalam keadaan belum direformasi. Diprakarsai Gereja Ethiopia Afrika, yang baru-baru ini membentuk gereja Protestan, terutama di Afrika selatan, muncul dari gerakan Ethiopia abad kesembilan belas, yang mengajarkan bahwa gereja-gereja Kristen Afrika harus di bawah kendali orang kulit hitam. Mereka tidak harus bingung dengan Gereja Ortodoks Ethiopia Tewahedo atau Gereja Koptik Ortodoks, yang memiliki lebih lama dan sejarah doktrinal benar-benar berbeda. Beberapa denominasi yang muncul dari gerakan Ethiopia telah bersatu dengan denominasi sebelumnya.

2.      Zionis gereja

Zionis gereja, seperti Gereja Kristen Sion, menelusuri asal-usul mereka kepada Gereja Katolik Kristen Apostolik di Sion, yang didirikan oleh John Alexander Dowie, dengan kantor pusatnya di Sion Kota, dekat Chicago di Amerika Serikat. Mereka ditemukan terutama di Afrika Selatan. Pada awal 1900-an, Zionis misionaris pergi ke Afrika Selatan dari Amerika Serikat, dan mendirikan jemaat. Mereka menekankan kesembuhan ilahi, abstain dari daging babi, dan mengenakan jubah putih.
Para misionaris Zionis diikuti oleh Pantekosta yang yang ajarannya berkonsentrasi pada karunia-karunia rohani dan baptisan Roh Kudus, dengan bahasa lidah sebagai bukti awal ini. Para didominasi putih Apostolic Faith Mission Afrika Selatan muncul dari upaya misionaris dan menekankan pengajaran Pantekosta.
Zionis hitam mempertahankan banyak dari tradisi Zionis asli. Zionis terpecah menjadi denominasi yang berbeda, meskipun alasan untuk ini lebih pesatnya pertumbuhan gerakan dari divisi. Sebuah perpecahan dalam gerakan Zionis di Amerika Serikat berarti bahwa setelah tahun 1908 misionaris beberapa datang ke Afrika Selatan. Gerakan di Afrika bagian selatan dan pertumbuhannya telah menjadi akibat dari kepemimpinan yang hitam dan inisiatif. Seiring waktu berlalu beberapa kelompok Zionis mulai mencampur aspek tradisional Afrika keyakinan, seperti pemujaan leluhur, dengan ajaran Kristen. Banyak Zionis stres iman-penyembuhan dan wahyu, dan dalam banyak jemaat pemimpin dipandang sebagai nabi Firman Dan Ministries Firman akhirnya Agung Internasional di mana kantor pusatnya di Freetown terletak di jalan 30, Port Harcourt (Kota), Sungai Negara Nigeria. Glorious Ministries didirikan pada tanggal 2 Oktober 2005 dengan keanggotaan dari 18, tujuh laki-laki, tiga perempuan dan delapan anak di Harbour Road oleh pabrik Minyak \ Junction Yenagoa, bagian Bayelsa Negara. Kelompok itu memiliki dua gereja fungsional pada 30 Freetown Jalan samping Sungai radio Port Harcourt dan satu lagi di Road Town Azikoro oleh Shalom Hotel, Yenagoa. Allah telah memungkinkan komisi untuk mengakuisisi properti lainnya baik di Port Harcourt dan luar Port Harcourt. Baru-baru ini, bus dan banyak berkat jasmani lainnya adalah bagian dari apa yang Tuhan berikan kepada kita. Kami dinamis pendeta, Pendeta Sam Ogoin yang menjabat sebagai Ketua Pendeta, Pastor Ibu Ursula Sam Ogoin yang menjabat sebagai Asisten Ketua Pendeta (APP) dan; Pendeta Habel Eleonu yang adalah Pendeta Negara Yenagoa. Namun, Kementerian Firman Agung juga merupakan gereja yang dirancang untuk memenuhi kebutuhan Anda dalam segala aspek. Ini adalah tempat di mana berburu itu, depresi, frustrasi dan bingung bisa menemukan cinta, penerimaan, bantuan, harapan, pengampunan, bimbingan dan dorongan. Hal ini juga komisi yang dirancang untuk membangun manusia seutuhnya secara spiritual, emosional, fisik, finansial, sosial dan sebaliknya.

3.      Mesianik gereja

Beberapa AICs dengan kepemimpinan yang kuat telah dijelaskan oleh beberapa peneliti sebagai Mesias, tetapi pendapat juga berubah. Gereja-gereja yang telah disebut Mesianik fokus pada kekuatan dan kesucian para pemimpin mereka, sering para pemimpin diperkirakan oleh para pengikutnya untuk memiliki Kristus seperti karakteristik. Denominasi digambarkan sebagai Mesianik termasuk Gereja Kimbanguist di Republik Demokratik Kongo, yang Nazaret Gereja Baptis dari Yesaya Shembe di KwaZulu-Natal, Afrika Selatan; dan Sion Gereja Kristen dari Engenas Lekganyane dengan kantor pusat di Afrika Selatan provinsi Limpopo .

4.      Gereja-gereja Apostolik

Beberapa denominasi menyebut diri mereka "gereja-gereja apostolik", mereka mirip dengan jemaat Zionis tetapi sering lebih menekankan pada pendidikan teologi formal.

5.      Aladura Pantekosta gereja

Para Aladura Pantekosta gereja berasal dari Nigeria. Mereka mengandalkan kekuatan doa dan dalam semua efek dari baptisan Roh Kudus. Pada perkembangannya, gereja tersebut termasuk Gereja Kristus Apostolik, Kerub dan Serafim, Pemenang dan jemaat Tuhan (Aladura). Gerakan Aladura pertama dimulai pukul Ijebu-Ode, Nigeria pada tahun 1918 oleh Sophia Odunlami, seorang guru sekolah, dan Joseph Sadare, seorang pandai emas. Mereka berdua menghadiri Gereja Anglikan St Juruselamat. Mereka menolak baptisan bayi dan segala bentuk obat, baik barat atau tradisional. Karena itu, mereka memprakarsai "Band Doa", yang populer disebut Egbe Aladura. Yusuf Sadare terpaksa menyerah jabatannya di Sinode dan yang lainnya dipaksa untuk mengundurkan diri dan pekerjaan mereka menarik anak mereka dari sekolah Anglikan. Para Aladura mulai sebagai gerakan pembaharuan dalam pencarian spiritualitas sejati.
Dua isu telah membantu untuk membentuk dan mempertajam spiritualitas hak Aladura dari awal. Ini adalah pertama, keyakinan mereka pada Tuhan dan kedua, sikap dan pandangan mereka berakar pada pandangan dunia Afrika. Ini telah dibantu pengembangan seperangkat disiplin yang telah membantu Aladura dalam mengejar hubungan mereka dengan kosmos. Yang pasti, spiritualitas Aladura mempekerjakan sumber daya dari tradisi Kristen diperkenalkan oleh agen resmi dari christianity disintesis dengan budaya agama tradisional untuk mengembangkan hidup berdasarkan ajaran Tuhan Yesus.[3]
Sebuah kebangkitan terjadi selama wabah influenza 1918. Kelompok ini menggunakan doa untuk menyelamatkan nyawa banyak terpengaruh oleh epidemi influenza. Ini konsolidasi pembentukan kelompok doa dan kelompok bernama "Batu Mulia" dan kemudian "Masyarakat Diamond". Pada 1920, Society Diamond sudah berkembang pesat dan sudah mulai membentuk cabang di seluruh wilayah Barat Nigeria. Secara khusus, David Odubanjo pergi untuk memulai cabang Lagos. Kelompok ini menekankan penyembuhan ilahi, Bapa Suci, dan Semua Kecukupan Allah, yang membentuk tiga keyakinan kardinal Gereja saat ini. Untuk alasan ini, kelompok itu memiliki hubungan dengan Iman Tabernakel Philadelphia dan berubah nama menjadi "Iman Tabernakel Nigeria".
Kelompok Kebangkitan mengalami perubahan nama beberapa sampai, setelah 24 tahun pembentukannya, akhirnya mengadopsi nama Gereja Kristus Apostolik (CAC) tahun 1942. Hari ini, CAC telah menyebar di seluruh dunia dan merupakan pendahulu dari Gereja Pantekosta Aladura di Nigeria. Gereja telah membentuk beberapa sekolah di semua tingkat, termasuk Joseph Ayo Babalola Universitas.[4]
C.    Corak umum Teologi Kristen di Afrika
Kesadaran para teolog Afrika modern akan banyaknya perubahan teologi Kristen di Eropa, mulai sejak abad ke-2 di mana unsur filsafat Yunani masuk ke dalam teologi Kristen hingga pada rumusan keputusan para konsili dan masuknya pemikiran hukum Itali ke dunia pemikiran kristen khususnya Katolik, menjadikan para teolog tersebut berhati-hati dalam mengambil alih hasil teologi Afrika, hal itu dilakukan agar teologi di Afrikabetul-betul berkar pada kebudayaan Afrika. Pada mulanya tidak sedikit para missionaris dan petuga zending memperlihatkan sikap yang negatif terhadap langkah ini, karena dipandang berbahaya bila dunia pemikiran agama eropa masuk begitu saja ke dalam dunia pemikiran teologi di Afrika. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Kristen yang tetap berakar pada kebudayaan Afrika, para teolog muda di Afrika tidak melarang dan menulak pemikiran tradisional di Afrika, melainkan justru mulai dengan mengambil beberapa unsurnya untuk menekankan kelemahan penyebaran agama Kristen dalam versi penginjil-penginjil Barat.
Suatu contoh yang sering dikemukakan ialah penghormatan kepada leluhur dalam kaitannya dengan pemikiran tentang tuhan yang Maha Esa. Kebanyakan ahli antropologi mengatakan bahwa orang Afrika pada umumnya mengakui adanya satu Tuhan yang tertinggi, yang Maha Kuasa dan menciptakan dunia ini. Tetapi dalam praktek keagamaan sehari-hari, Tuhan yang dimaksudkan tidak mempunyai pernana yang menentukan, yang kemudian disebut dengan Deus otiosus (Tuhan yang sedang libur), orang Afrika yang tidak beragama Kristen dan Islam lebih sering berdoa kepada nenek moyang mereka. Namun menurut beberapa ahli teologi Kristen Afrika, penghormatan kepada nenek moyang yang dilakukan oleh orang Afrika bukanlah penghormatan sebagai Tuhan, tetapi sebagai perantara menuju Tuhan. Agama yang diajarkan oleh orang Kristen Barat sering terlalu individualis: setiap orang langsung berdosa dan berdoa kepada Tuhan. Bagi orang Barat agama merupakan soal pribadi antar jiwa manusia dengan Tuhannya. Sedangkan di Afrika, semua kehidupan lebih bercorak kolektif. Peranan para leluhur hanya menegaskan bahwa manusia menghadap tuhan terutama sebagai anggota suatu umat, sebagai bagaian dari suatu kolektif. Orang-orang Afrika tidak berdoa kepada para leluhur, tetapi hanya berdoa bersama mereka kepada yang tertinggi. Memang, orang afrika tidak begitu saja langsung berdoa kepada Tuhan karena respek dan hormat kepada yang mulia.
Aspek lain yang juga sering ditekankan oleh ahli teologi muda di Afrika adalah aspek integrasi antara agama dan penyembuhan. Memang dalam kebudayaan Afrika tradisional pun pemimpin upacara agam pada umumnya juga menguasai ilmu pengobatan tradisional. Namun hal demikian juga terdapat di Biebel, khususnya perjanjian Baru, terdapat hubungan aspek agama dan penyembuhan yang terdapat di injil Markus ayat 16, 15-18. Khusus dalam lingkungan Independent Churches, baik itu gerja Kimbangu di Zaere dengan ratusan ribu anggotanya, maupun gereja bebas yang kecil, penyembuhan, yang memakai doa dari Biebel disamping obat tradisional, menduduki tempat yang sangat penting. Dalam ibadat selain pengakuan dosa juga sering terdapat bagian penyembuhan orang sakit. Dengan begitu para ahli teologi juga membantu menghidupkan kembali unsur tradisi lama. Tetapi bukan berarti kembali kepada agam yang lama atau murtad dari agama Kristen, tetapi dipandang sebagai unsur yang mutlak agar agama Kristen tetap Kristen tetapi juga benar-benar berakar pada kebudayaan dan tradisi Afrika. [5]
Sedangkan untuk penggambaran Yesus di Afrika, ada yang menyebut Yesus sebagai Raja, ada juga yang memberikan gelar Chief  (kepala suku). Dalam masyarakat Afrika tradisonal, nenek moyang mendapat kedudukan yang penting sekali. Khususnya tokoh pendiri salah satu suku dan merupakan nenek moyang pertama sukunya, dalam bahasa Akan (Ghana) Yesus disebut Nana, atau “manusia pertama dan pendiri suku kita”. Selebihnya nama-nama tersebut masuk ke dalam pemikiran teologi Afrika, seperti juga dimasukkan ke dalam ibadat pribadi maupun ibadat daam gereja.
Di Afrika, mereka juga mempunyai bentuk credo yang berbeda dari credo yang umumnya dipakai oleh umat Kristiani. Sebagai usaha penyesuaian kepercayaan Kristen dengan konteks dan kondisi lokal di Afrika, yang kemudian disebut dengan Kinshasa declaration yang diterima oleh all Africa conference of churchs pada tahun 1971. Inti dari credo ini adalah:1 sikap ekumenis; 2 penyesuaian dengan kebudayaan dan kondisi lokal di Afrika; 3 unsur teologi pembebasan, yaitu ajaran Kristen juga menekankan hak kaum miskin untuk memperolah kahidupan yang makmur dan adil dalam dunia ini.[6]





BAB IV
PENUTUPAN
A.    Kesimpulan
Independent churches atau gereja yang mandiri, yaitu sebutan bagi gereja-gereja di Africa yang secara keseluruhan bebas dari ikatan dengan gereja asli yang melakukan Kristenisasi dan pada umumnya memiliki markas besar di Eropa dan Amerika. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama, para pemimpin zending yang terdiri dari orang berkulit putih tidak mau memberikan kekuasaannya kepada orang-orang Kristen Afika termasuk para pemukanya.Hasil dari adaptasi terebut menghasilkan rumusan Teologi yang berbeda dengan Kristen pada umumnya. Meskipun mereka beragama Kristen, mereka tetap berpegang pada kepercayaan dan menjunjung tinggi budaya setempat. Faktor yang kedua dimulai pada sekitar tahun 1910-1930. Faktor kali ini tidak hanya melakukan protes terhadap pribadi para pemimpin Barat yang tidak mau menyerahkan pimpinan kepada orang Afirka, tetapi khususnya juga merupakan protes terhadap corak agama, yang dirasakana terlalu kering dan rasionalis.
Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Kristen yang tetap berakar pada kebudayaan Afrika, para teolog muda di Afrika tidak melarang dan menulak pemikiran tradisional di Afrika, melainkan justru mulai dengan mengambil beberapa unsurnya untuk menekankan kelemahan penyebaran agama Kristen dalam versi penginjil-penginjil Barat.

DAFTAR PUSTAKA
_________, Advancing Legal Empowerment of the Poor: The Role and Perspective of the African Independent Churches. Journal. Nairobi, Kenya, January 2008
Dalam intenet, website: http://id.wikipedia.org/wiki/independent cruchs.htm, diakses pada tanggal 23 Juni 2012
Deji Ayegboyin, tt, Spirituality in the African Independent Churches, jurnal.
Karel A. Steenbrink, Perkembangan Teologi dalam Dunia Kristen Modern, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, 1987), hlm: 149-151




[1] Karel A. Steenbrink, Perkembangan Teologi dalam Dunia Kristen Modern, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, 1987), hlm: 149-151
[2] Jurnal: Advancing Legal Empowerment of the Poor: The Role and Perspective of the African Independent Churches. Nairobi, Kenya|January 2008
[3] Deji Ayegboyin, tt, Spirituality in the African Independent Churches, jurnal.

[4] Dalam intenet, website: http://id.wikipedia.org/wiki/independent cruchs.htm, diakses pada tanggal 23 Juni 2012
[5] Karel A. Steenbrink, Perkembangan Teologi dalam Dunia Kristen Modern, hlm: 152-154
[6] Ibid, hlm: 157-159

Tidak ada komentar:

Posting Komentar