BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Ajaran
Kristen bermula dari kematian Yesus, yang kemudian dipercaya sebagai penebus
dosa waris manusia. Setelah itu mulailah disusun konsep teologi Kristen.
Sejak
Kristen keluar dari Yerusalem dan mengepakkan sayapnya di Roma, Paulus
menegaskan bahwa Kristen bukan untuk bangsa Yahudi saja. Sejak saat itu,
pewartaan Injil mulai disebarkan ke berbagai kota dan negara dengan berbagai
cara, baik missi, penjajahan, dan lain sebagainya.
Dalam
penyebarannya, Kristen bertemu dengan berbagai kebudayaan lokal di mana Injil
disebarkan. Agar ajaran Kristen diterima oleh penduduk setempat, mau tidak mau
Kristen harus ber-akulturasi dengan budaya setempat. Akulturasi dengan budaya setempat inilah yang
menghasilkan corak Kristen yang lain dengan yang berada di Roma atau di tempat
lainnya.
Penyebaran
Kristen di Afrika sendiri sebenarnya baru dimulai pada abad ke 20. Akan tetapi
sebelum itu sudah ada pemeluk Kristen di bagian utara Afrika. Namun pada abag
ke-7 Masehi bertepatan pada awal abad Hijriyah mereka memeluk Islam secara
massal. Pada abad ke-16, Portugal sudah menguasai wilayah selatan Sahara, tapi
Portugal tidak begitu serius melaksanankan Kristenisasi.
B. Rumusan
Masalah
berdasarkan
pada latar belakang masalah yang sudah diuraikan di atas, maka kami mengangkat
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
toelogi Kristen di Afrika?
C. Metodologi
Penulisan
Dalam
penyusunan makalah ini kami menggunakan metode library research. Yakni
mengumpulkan data-data baik dari buku maupun dari internet.
D. Sistematika
Penulisan
Makalah
ini terdiri dari 4 bab, yakni:
Bab
I, pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah,
metode penulisan, dan sistematika penulisan makalah.
Bab
II, sejarah dan perkembangan teologi Kristen di Afrika.
Bab
III, corak teologi Kristen di Afrika.
Bab
IV, penutup. Di dalamnya terdiri dari kesimpulan dari penjelasan yang sudah
dipaparkan dalam makalah ini.
BAB II
TOELOGI
KRISTEN DI AFRIKA
A. Sejarah Teologi Kristen di Afrika
Zending dan missi kekristenan di Afrika
sebenaranya benar-benar dimulai pada dalam abad ke-20. Pada abad sebelumnya,
abad ke-4, di Afrika sudah terdapat mayoritas Kristen, namun pada abad ke-7
mayoritas tersebut memeluk Islam secara massal sehingga tinggal beberapa daerah
saja yang memeluk Kristen itupun daerah yang dikuasai oleh Portugal.
Berbicara mengenai teologi Kristen di Afrika, kita
akan banyak menemukan perbedaan-perbedaan yang sangat signifikan bila
dibandingkan dengan teologi Barat, karena memang coraknya berkhas Afrika. Dalam
penjelasan kali ini, kita akan mengenal yang namanya independent churches atau gereja yang mandiri, yaitu sebutan bagi
gereja-gereja yang bebas dari ikatan dengan gereja asli yang melakukan
Kristenisasi dan pada umumnya memiliki markas besar di Eropa dan Amerika. Hal
tersebut disebabkan oleh dua faktor. Pertama,
para pemimpin zending yang terdiri dari orang berkulit putih tidak mau
memberikan kekuasaannya kepada orang-orang Kristen Afika termasuk para
pemukanya. Seperti acara jamuan kudus dan pengambilan-pengambilan keputusan
penting yang masih dipimpin oleh orang berkulit putih. Dari gejala ini timbul
gereja yang bebas dari pengawasan Zending, dan berada di bawah pimpinan orang
Afrika sendiri yang sudah menerima pendidikan dan pengajaran dari pihak
zending.
Faktor yang kedua
dimulai pada sekitar tahun 1910-1930. Faktor kali ini tidak hanya melakukan
protes terhadap pribadi para pemimpin Barat yang tidak mau menyerahkan pimpinan
kepada orang Afirka, tetapi khususnya juga merupakan protes terhadap corak
agama, yang dirasakana terlalu kering dan rasionalis. Gereja-gereja ini pada
umumnya timbul sebagai kelompok pengikut seorang nabi atau guru yang
bersemangat yang langsung bisa berhubungan dengan Tuhan. Pemimpin ini boleh
jadi laki-laki maupun perempuan. Aspek penyembuhan seringkali memegang peranan
sangat penting dalam kemunculan gereja-gereja baru ini, selain terdapata banyak
aspek ajaran Kristen seringkali ditemukan beberapa aspek lain yang bisa
dianggapp sebagai usaha menghidupkan kembali alam pemikiran Afrika sebelum
agama Kristen masuk di Afrika.[1]
B. Perkemabangan Teologi Kristen di Afrika
Dari kedua faktor di atas, muncul banyak gereja di
Afrika yang secara umum di sebut Africa
Independent Churches (AIC). Dari banyaknya gereja-gereja tersebut Ecclesiologists,
misiolog, sosiolog dan yang lainnya telah mencoba mengelompokkan mereka sesuai
dengan karakteristik umum, meskipun perbedaan pendapat telah muncul. tentang
karakteristik yang paling signifikan, dan yang taksonomi yang paling akurat.
Meskipun dimungkinkan untuk membedakan kelompok keagamaan dengan fitur-fitur
umum, ada juga tumpang tindih banyak, dengan beberapa denominasi berbagi
karakteristik dari dua atau lebih kelompok.[2]
1. Gereja-gerja Ethiopia
Merka menyebutnya sebagai Gereja Ethiopia karena, Ethiopia merupakan sebuah negara
yang sudah berabad-abad menganut agama Kristen tanpa menerima bimbingan dari
Barat. Gereja ini pada umumnya mempertahankan Kristen doktrin gereja ibu mereka dalam keadaan belum direformasi.
Diprakarsai Gereja Ethiopia Afrika, yang baru-baru ini membentuk gereja
Protestan, terutama di Afrika selatan, muncul dari gerakan Ethiopia abad kesembilan belas, yang
mengajarkan bahwa gereja-gereja Kristen Afrika harus di bawah kendali orang
kulit hitam. Mereka tidak harus bingung dengan Gereja Ortodoks Ethiopia Tewahedo
atau Gereja Koptik Ortodoks, yang memiliki lebih
lama dan sejarah doktrinal benar-benar berbeda. Beberapa denominasi yang muncul
dari gerakan Ethiopia telah bersatu dengan
denominasi sebelumnya.
2. Zionis gereja
Zionis gereja, seperti Gereja Kristen Sion, menelusuri asal-usul
mereka kepada Gereja Katolik Kristen Apostolik
di Sion, yang didirikan oleh John Alexander Dowie, dengan kantor
pusatnya di Sion Kota, dekat Chicago di Amerika Serikat.
Mereka ditemukan terutama di Afrika Selatan. Pada awal 1900-an, Zionis misionaris pergi ke Afrika Selatan dari Amerika Serikat, dan
mendirikan jemaat. Mereka menekankan kesembuhan ilahi, abstain dari daging
babi, dan mengenakan jubah putih.
Para misionaris
Zionis diikuti oleh Pantekosta yang yang ajarannya berkonsentrasi pada karunia-karunia rohani dan baptisan Roh Kudus, dengan bahasa lidah sebagai bukti awal ini. Para
didominasi putih Apostolic
Faith Mission Afrika Selatan muncul dari upaya misionaris
dan menekankan pengajaran Pantekosta.
Zionis hitam
mempertahankan banyak dari tradisi Zionis asli. Zionis terpecah menjadi
denominasi yang berbeda, meskipun alasan untuk ini lebih pesatnya pertumbuhan
gerakan dari divisi. Sebuah perpecahan dalam gerakan Zionis di Amerika Serikat
berarti bahwa setelah tahun 1908 misionaris beberapa datang ke Afrika Selatan.
Gerakan di Afrika bagian selatan dan pertumbuhannya telah menjadi akibat dari
kepemimpinan yang hitam dan inisiatif. Seiring waktu berlalu beberapa kelompok
Zionis mulai mencampur aspek tradisional Afrika keyakinan, seperti pemujaan leluhur, dengan ajaran Kristen. Banyak
Zionis stres iman-penyembuhan dan wahyu, dan dalam banyak jemaat pemimpin dipandang sebagai nabi Firman Dan Ministries Firman akhirnya Agung Internasional
di mana kantor pusatnya di Freetown terletak di jalan 30, Port Harcourt (Kota),
Sungai Negara Nigeria. Glorious
Ministries didirikan pada tanggal 2 Oktober 2005 dengan keanggotaan dari 18, tujuh laki-laki, tiga perempuan dan delapan anak di Harbour Road oleh pabrik
Minyak \ Junction Yenagoa, bagian Bayelsa Negara. Kelompok itu memiliki dua gereja fungsional pada 30 Freetown
Jalan samping Sungai radio Port Harcourt dan satu lagi di Road Town Azikoro
oleh Shalom Hotel, Yenagoa. Allah telah memungkinkan komisi untuk mengakuisisi
properti lainnya baik di Port Harcourt dan luar Port Harcourt. Baru-baru ini,
bus dan banyak berkat jasmani lainnya adalah bagian dari apa yang Tuhan berikan
kepada kita. Kami dinamis pendeta, Pendeta Sam Ogoin yang menjabat sebagai
Ketua Pendeta, Pastor Ibu Ursula Sam Ogoin yang menjabat sebagai Asisten Ketua
Pendeta (APP) dan; Pendeta Habel Eleonu yang adalah Pendeta Negara Yenagoa.
Namun, Kementerian Firman Agung juga merupakan gereja yang dirancang untuk
memenuhi kebutuhan Anda dalam segala aspek. Ini adalah tempat di mana berburu
itu, depresi, frustrasi dan bingung bisa menemukan cinta, penerimaan, bantuan,
harapan, pengampunan, bimbingan dan dorongan. Hal ini juga komisi yang
dirancang untuk membangun manusia seutuhnya secara spiritual, emosional, fisik,
finansial, sosial dan sebaliknya.
3. Mesianik gereja
Beberapa AICs
dengan kepemimpinan yang kuat telah dijelaskan oleh beberapa peneliti sebagai
Mesias, tetapi pendapat juga berubah. Gereja-gereja yang telah disebut Mesianik fokus pada kekuatan dan kesucian para pemimpin
mereka, sering para pemimpin diperkirakan oleh para pengikutnya untuk memiliki Kristus seperti karakteristik. Denominasi digambarkan sebagai
Mesianik termasuk Gereja Kimbanguist di Republik Demokratik Kongo, yang Nazaret Gereja Baptis dari Yesaya Shembe
di KwaZulu-Natal, Afrika Selatan; dan Sion Gereja Kristen dari Engenas Lekganyane
dengan kantor pusat di Afrika Selatan provinsi Limpopo .
4. Gereja-gereja Apostolik
Beberapa
denominasi menyebut diri mereka "gereja-gereja apostolik", mereka
mirip dengan jemaat Zionis tetapi sering lebih menekankan pada pendidikan
teologi formal.
5. Aladura Pantekosta gereja
Para Aladura Pantekosta gereja berasal dari Nigeria. Mereka
mengandalkan kekuatan doa dan dalam semua efek dari baptisan Roh Kudus. Pada perkembangannya, gereja
tersebut termasuk Gereja Kristus Apostolik, Kerub dan Serafim, Pemenang dan jemaat Tuhan (Aladura). Gerakan Aladura
pertama dimulai pukul Ijebu-Ode, Nigeria pada
tahun 1918 oleh Sophia Odunlami, seorang guru sekolah, dan Joseph Sadare,
seorang pandai emas. Mereka berdua menghadiri Gereja Anglikan St Juruselamat.
Mereka menolak baptisan bayi dan segala bentuk obat, baik barat atau
tradisional. Karena itu, mereka memprakarsai "Band Doa", yang populer
disebut Egbe Aladura. Yusuf Sadare terpaksa menyerah jabatannya di
Sinode dan yang lainnya dipaksa untuk mengundurkan diri dan pekerjaan mereka
menarik anak mereka dari sekolah Anglikan. Para Aladura mulai sebagai gerakan
pembaharuan dalam pencarian spiritualitas sejati.
Dua isu telah membantu untuk membentuk dan
mempertajam spiritualitas hak Aladura dari awal. Ini adalah pertama, keyakinan
mereka pada Tuhan dan kedua, sikap dan pandangan mereka berakar pada pandangan
dunia Afrika. Ini telah dibantu pengembangan seperangkat disiplin yang telah
membantu Aladura dalam mengejar hubungan mereka dengan kosmos. Yang pasti,
spiritualitas Aladura mempekerjakan sumber daya dari tradisi Kristen
diperkenalkan oleh agen resmi dari christianity disintesis dengan budaya agama
tradisional untuk mengembangkan hidup berdasarkan ajaran Tuhan Yesus.[3]
Sebuah
kebangkitan terjadi selama wabah influenza 1918. Kelompok ini
menggunakan doa untuk menyelamatkan nyawa banyak terpengaruh oleh epidemi
influenza. Ini konsolidasi pembentukan kelompok doa dan kelompok bernama
"Batu Mulia" dan kemudian "Masyarakat Diamond". Pada 1920,
Society Diamond sudah berkembang pesat dan sudah mulai membentuk cabang di
seluruh wilayah Barat Nigeria. Secara khusus, David Odubanjo pergi untuk
memulai cabang Lagos. Kelompok ini menekankan penyembuhan ilahi, Bapa Suci, dan
Semua Kecukupan Allah, yang membentuk tiga keyakinan kardinal Gereja saat ini.
Untuk alasan ini, kelompok itu memiliki hubungan dengan Iman Tabernakel
Philadelphia dan berubah nama menjadi "Iman Tabernakel Nigeria".
Kelompok
Kebangkitan mengalami perubahan nama beberapa sampai, setelah 24 tahun
pembentukannya, akhirnya mengadopsi nama Gereja Kristus Apostolik (CAC) tahun 1942.
Hari ini, CAC telah menyebar di seluruh dunia dan merupakan pendahulu dari
Gereja Pantekosta Aladura di Nigeria. Gereja telah membentuk beberapa sekolah
di semua tingkat, termasuk Joseph Ayo Babalola Universitas.[4]
C. Corak
umum Teologi Kristen di Afrika
Kesadaran
para teolog Afrika modern akan banyaknya perubahan teologi Kristen di Eropa,
mulai sejak abad ke-2 di mana unsur filsafat Yunani masuk ke dalam teologi
Kristen hingga pada rumusan keputusan para konsili dan masuknya pemikiran hukum
Itali ke dunia pemikiran kristen khususnya Katolik, menjadikan para teolog
tersebut berhati-hati dalam mengambil alih hasil teologi Afrika, hal itu
dilakukan agar teologi di Afrikabetul-betul berkar pada kebudayaan Afrika. Pada
mulanya tidak sedikit para missionaris dan petuga zending memperlihatkan sikap
yang negatif terhadap langkah ini, karena dipandang berbahaya bila dunia
pemikiran agama eropa masuk begitu saja ke dalam dunia pemikiran teologi di
Afrika. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Kristen yang tetap berakar pada
kebudayaan Afrika, para teolog muda di Afrika tidak melarang dan menulak pemikiran
tradisional di Afrika, melainkan justru mulai dengan mengambil beberapa
unsurnya untuk menekankan kelemahan penyebaran agama Kristen dalam versi
penginjil-penginjil Barat.
Suatu
contoh yang sering dikemukakan ialah penghormatan kepada leluhur dalam
kaitannya dengan pemikiran tentang tuhan yang Maha Esa. Kebanyakan ahli
antropologi mengatakan bahwa orang Afrika pada umumnya mengakui adanya satu
Tuhan yang tertinggi, yang Maha Kuasa dan menciptakan dunia ini. Tetapi dalam
praktek keagamaan sehari-hari, Tuhan yang dimaksudkan tidak mempunyai pernana
yang menentukan, yang kemudian disebut dengan Deus otiosus (Tuhan yang
sedang libur), orang Afrika yang tidak beragama Kristen dan Islam lebih sering
berdoa kepada nenek moyang mereka. Namun menurut beberapa ahli teologi Kristen
Afrika, penghormatan kepada nenek moyang yang dilakukan oleh orang Afrika bukanlah
penghormatan sebagai Tuhan, tetapi sebagai perantara menuju Tuhan. Agama yang
diajarkan oleh orang Kristen Barat sering terlalu individualis: setiap orang
langsung berdosa dan berdoa kepada Tuhan. Bagi orang Barat agama merupakan soal
pribadi antar jiwa manusia dengan Tuhannya. Sedangkan di Afrika, semua
kehidupan lebih bercorak kolektif. Peranan para leluhur hanya menegaskan bahwa
manusia menghadap tuhan terutama sebagai anggota suatu umat, sebagai bagaian
dari suatu kolektif. Orang-orang Afrika tidak berdoa kepada para leluhur,
tetapi hanya berdoa bersama mereka kepada yang tertinggi. Memang, orang afrika
tidak begitu saja langsung berdoa kepada Tuhan karena respek dan hormat kepada
yang mulia.
Aspek
lain yang juga sering ditekankan oleh ahli teologi muda di Afrika adalah aspek
integrasi antara agama dan penyembuhan. Memang dalam kebudayaan Afrika
tradisional pun pemimpin upacara agam pada umumnya juga menguasai ilmu
pengobatan tradisional. Namun hal demikian juga terdapat di Biebel, khususnya
perjanjian Baru, terdapat hubungan aspek agama dan penyembuhan yang terdapat di
injil Markus ayat 16, 15-18. Khusus dalam lingkungan Independent Churches, baik
itu gerja Kimbangu di Zaere dengan ratusan ribu anggotanya, maupun gereja bebas
yang kecil, penyembuhan, yang memakai doa dari Biebel disamping obat
tradisional, menduduki tempat yang sangat penting. Dalam ibadat selain
pengakuan dosa juga sering terdapat bagian penyembuhan orang sakit. Dengan
begitu para ahli teologi juga membantu menghidupkan kembali unsur tradisi lama.
Tetapi bukan berarti kembali kepada agam yang lama atau murtad dari agama
Kristen, tetapi dipandang sebagai unsur yang mutlak agar agama Kristen tetap
Kristen tetapi juga benar-benar berakar pada kebudayaan dan tradisi Afrika. [5]
Sedangkan
untuk penggambaran Yesus di Afrika, ada yang menyebut Yesus sebagai Raja, ada
juga yang memberikan gelar Chief (kepala
suku). Dalam masyarakat Afrika tradisonal, nenek moyang mendapat
kedudukan yang penting sekali. Khususnya tokoh pendiri salah satu suku dan
merupakan nenek moyang pertama sukunya, dalam bahasa Akan (Ghana) Yesus disebut
Nana, atau “manusia pertama dan pendiri suku kita”. Selebihnya nama-nama
tersebut masuk ke dalam pemikiran teologi Afrika, seperti juga dimasukkan ke
dalam ibadat pribadi maupun ibadat daam gereja.
Di
Afrika, mereka juga mempunyai bentuk credo yang berbeda dari credo
yang umumnya dipakai oleh umat Kristiani. Sebagai usaha penyesuaian kepercayaan
Kristen dengan konteks dan kondisi lokal di Afrika, yang kemudian disebut
dengan Kinshasa declaration yang diterima oleh all Africa conference
of churchs pada tahun 1971. Inti dari credo ini adalah:1 sikap ekumenis; 2
penyesuaian dengan kebudayaan dan kondisi lokal di Afrika; 3 unsur teologi
pembebasan, yaitu ajaran Kristen juga menekankan hak kaum miskin untuk
memperolah kahidupan yang makmur dan adil dalam dunia ini.[6]
BAB
IV
PENUTUPAN
A.
Kesimpulan
Independent churches
atau gereja yang mandiri, yaitu sebutan bagi gereja-gereja di Africa yang secara
keseluruhan bebas dari ikatan dengan gereja asli yang melakukan Kristenisasi
dan pada umumnya memiliki markas besar di Eropa dan Amerika. Hal tersebut
disebabkan oleh dua faktor. Pertama, para
pemimpin zending yang terdiri dari orang berkulit putih tidak mau memberikan
kekuasaannya kepada orang-orang Kristen Afika termasuk para pemukanya.Hasil
dari adaptasi terebut menghasilkan rumusan Teologi yang berbeda dengan Kristen
pada umumnya. Meskipun mereka beragama Kristen, mereka tetap berpegang pada
kepercayaan dan menjunjung tinggi budaya setempat. Faktor yang kedua dimulai pada sekitar tahun
1910-1930. Faktor kali ini tidak hanya melakukan protes terhadap pribadi para
pemimpin Barat yang tidak mau menyerahkan pimpinan kepada orang Afirka, tetapi
khususnya juga merupakan protes terhadap corak agama, yang dirasakana terlalu
kering dan rasionalis.
Sebagai
langkah awal untuk mewujudkan Kristen yang tetap berakar pada kebudayaan
Afrika, para teolog muda di Afrika tidak melarang dan menulak pemikiran
tradisional di Afrika, melainkan justru mulai dengan mengambil beberapa
unsurnya untuk menekankan kelemahan penyebaran agama Kristen dalam versi
penginjil-penginjil Barat.
DAFTAR
PUSTAKA
_________,
Advancing Legal Empowerment of the Poor:
The Role and Perspective of the African Independent Churches. Journal. Nairobi,
Kenya, January 2008
Dalam
intenet, website: http://id.wikipedia.org/wiki/independent
cruchs.htm, diakses pada tanggal 23 Juni 2012
Deji Ayegboyin, tt, Spirituality in the African Independent Churches, jurnal.
Karel
A. Steenbrink, Perkembangan Teologi dalam Dunia Kristen Modern, (Yogyakarta:
UIN Sunan Kalijaga Press, 1987), hlm: 149-151
[1] Karel A. Steenbrink, Perkembangan Teologi dalam Dunia Kristen
Modern, (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga Press, 1987), hlm: 149-151
[2] Jurnal: Advancing Legal Empowerment of the Poor: The Role and
Perspective of the African Independent Churches. Nairobi, Kenya|January 2008
[4] Dalam intenet, website: http://id.wikipedia.org/wiki/independent
cruchs.htm, diakses pada tanggal 23 Juni 2012
[5] Karel A. Steenbrink, Perkembangan Teologi dalam Dunia Kristen
Modern, hlm: 152-154
[6] Ibid, hlm: 157-159
Tidak ada komentar:
Posting Komentar