Minggu, 23 September 2012

INTEGRASI SOSIAL MASJID GEDHE KAUMAN YOGYAKARTA

A.    Pengantar
Masjid Gedhe Kauman merupakan masjid tertua yang dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I bersama Kyai Faqih Ibrahim Diponingrat (Pnghulu Kraton 1) dan Kyai Wiryokusumo sebagai arsitekturnya. Masjid ini dibangun pada hari Ahad Wage, 29 Mei 1773 M atau 6 Robi’ul Akhir 1187 H, dibangun sebagai sarana beribadah bagi keluarga raja serta untuk kelengkapan sebuah kerajaan Islam. Atap masjid bersusun tiga dengan gaya tradisional Jawa bernama Tajuk Lambang Teplok dengan mustaka berbentuk Daun Kluwih dan Gada yang ditopang oleh tiang-tiang dan kayu jati Jawa yang usianya mencapai ratusan tahun. Dinding masjid terbuat dari susunan batu putih dan lantainya dari batu kali hitam.[1]
Menurut masyarakat Sri Sultan Hemengkubuwono 1 sebelum jadi raja, beliau seorang muslim yang taat mengerjakan sholat, puasa wajib dan puasa Senin-Kamis. Selain itu, ia juga pemberani dalam ber-Amar Ma’ruf Nahi Mungkar membersihkan kemaksiatan, menegakan keadilan dan kebenaran, serta melawan penjajahan.
Antusias masyarakat sekitar untuk beribadah pada waktu itu merupakan alasan yang utama dibangunnya serambi masjid yang juga difungsikan sebagai “al Mahkamah al Kabiroh”,[2] pada hari Kamis Kliwon, 20 Syawal 1189 H/ 1775 M. Dibangun juga Pagongan (Pa: tempat, Gong-an: salah satu alat gamelan) yang berarti tempat gamelan, gamelan tersebut dimainkan pada setiap bulan Maulid. Pada hari Senin 23 Syuro tahun Dal 1767 Jw/ Muharram 1255 H 1840 M dibangun pintu Gerbang Masjid atau Regol dengan nama Gapura yang diambil dari kata Ghofuro (ampunan dari dosa).[3]
Pada tahun 1867 di Jogjakarta terjadi gempa bumi yang meruntuhkan serambi masjid. Tetapi serambi tersebut dibangun kembali oleh Sultan Habengkubuwono VI dengan dua kali lipat luasnya dari pada serambi Masjid Gedhe Kauman yang roboh. serambi masjid yang baru ini tetap berdiri kokoh hingga saat ini. Pada tahun 1917 dibangun Gedung Pajangan (pa=tempat, jaga=berjaga keamanan), dan terletak di kanan kiri Regol masjid, memanjang keutara dan keselatan. Gedung ini digunakan untuk para prajurit keraton (tentara kraton), untuk keamanan masjid dan setiap hari besar Islam.
   Pada tahun 1933 atas prakarsa Sri Sultan Habegkubawono VIII, lantai serambi Masjid yang tadinya dari batu kali diganti dengan Tegal Kemangan yang indah. Setiap itu pula diadakan perggantian atap Masjid, dari sirap diganti dengan Seng Wiron yang tebal dan lebih kuat. Pada tahun 1936  atas perakarsa Sultan Hamengkubuwono VIII diadakan penggantian lantai dasar Masjid yang dulunya dari batu kali kemudian di ganti dari marmer dari Itali. Pada zaman kemerdekaan Republik Indonesia, Masjid Gedhe Kauman mendapat perhatian dari pemerintah yaitu diadakan renovasi dan berbagai bentuk pemeliharaan secara bertahap hingga sampai kini.
Terkait nama Masjid Gedhe Kauman, pada awal berdirinya masjid ini lebih dikenal dengan sebuatan Masjid Gedhe. masjid ini terletak di sebelah barat alun-alun Keraton, berdampingan dengan Pengalon yang terletak di sisi utara Masjid Gedhe, pengalon tersebut merupakan perumahan yang disediakan oleh Sultan bagi penghulu Keraton dengan keluarganya. Bagi para Ulama Ketib (Khotib), Modin (Muadzin), Merbot, Abdi Dalem Pametakan, Abdi Dalem Kaji Selusinan, Abdi Dalem Banjar Mangah, sebagian dari mereka diberikan fasilitas perumahan disekitar kompleks Masjid Gedhe yang dinamakan Pakauman (=tempat para Kauman= Qoimuddin+ Penegak Agama) yang akhirnya dikenal dengan Kampung Kauman. Pada awalnya masjid ini merupakan tempat beribadah bagi raja, keluarganya dan abdi dalem serta masyarakat kampung Kauman di sekitar Keraton sehingga masjid ini dikenal dengan Masjid Gedhe Kauman, begitula yang dituturkan oleh ketua Takmir Masjid Bapak H. Budi Setiawan. Namun pada perkembangannya masjid ini menjadi sarana peribadatan masyarakat sekitar pada umumnya.
B.     Dewan Takmir Masjid Gedhe Kauman
Seperti halnya lembaga-lembaga agama pada umumnya, di Masjid Gedhe Kauman terdapat struktur kepengurusan termasuk juga bidang-bidangnya, yaitu :
Ketua Umum                : H. Budi Setiawan, ST
Wakil Ketua                  : Ir. H. Azman Latif.
Sekretaris Umum          : H. M. Julianto Supardi
Sekretaris -1                  : Drs. Muh Helmy AS
Bendahara Umum         : H. M. Damrozi
Bendahara -1                : Drs. H. Radjiman
Humas                           : Ir. Ahmad Yulianto
                                        M. Rachman Kusuma
Bidang Ibadah
Ketua                            : H. A. Saifuddin Amin, BA
Kord. Imam                  : H. Badrzzaman
Kord. Khotib                : Drs. Hamid Nurhadi
Kord. Muadzin             : M Waslan Aslam
Kord. Tatib Jama’ah     : M Uswar Badawi
Bidang Syi’ar
Ketua                            : Ngaliman, S.Pd I
Kord. Hari Besar          : H. Edy Yanto
                                        M. Satrio Rifa’i, SE
                                        M Asrizal Noor, Amd
Kord. Kessosmas          : Syahrir, S.Psi
                                        Drs. Haryadi
                                        M. Yusuf Fauzani
                                        Feri Indiyanto, S.Kom
Bidang Pendidikan dan Dakwah
Ketua                            : Drs. H. A. Abadi Darban SU
Kord. Tarbiyah             : Drs. M. Haffan Z Mpd
                                        Wahyu Hidayat S.Ag
Kord. Dakwah              : Drs. Imam Johari
                                        H. Edy Yulianto SH, KN
Kord. Perpustakaan      : Budi Cipto Wibowo
Kord. Remaja Masjid   : Fatkhuni’am Arrozi
Bidang Rumah Tangga
Ketua                            : Rohib Winastuan
Kord. Kebersihan         : Untung Herbianto
Kord. Konsumsi           : M Hartono
Oprtr. AME                  : Irianto Cahyo Utomo
                                        M Saiful Bahri
Kord. Kemanan            : Drs. H. Asnawi A, N M.Si
                                        Drs. M Zamron Aslam
Bidang Sarana dan Prasarana
Ketua                            : Ir. H. Munichy B E M. Arch
Kord. BSP                    : Ir. Arief Purwanto
Kord. AM&E               : Akrom Nufitriyanto, ST
                                        M Arri Rusdiyantara, ST
Pem. Property               : Drs. M Chawari,
                                        Drs. Widyastuti, M.Hum
Kord. Landscape          : Ir. H. M. Iftironi M.La
                                        M Zuhairi
Penggalian Dana
Ketua                            : H. Nasri Yunus Anis, SH
                                        H. M. Fauzi
                                        Drs. H. Zamzuri Umar, SU
                                        Priyo Twiharsanto, ST
C.    Program Kegiatan Masjid Gedhe Kauman
Dalam hal ini kegiatan Masjid dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1.      Kegiatan Rutin
a.       Shalat rawatib berjemaah lima waktu
b.      Adzan Awwal
c.       Penyediaan fasilitas Shalat Lail (jam 03.00 WIB)
2.      Kegiatan Periodik
a.       Pengajian umum, setiap hari Kamis ba’dah shalat Maghrib
b.      Taddarus safari al-Qur’an, setiap hari Kamis ba’da shalat Isya’ (bergiliran)
c.       Penyelenggaraan shalat Jum’at
d.      Kajian tafsir fiqih/ kitab kuning, setiap hari Jum’at ba’da shalat Maghrib
e.       Pengajian berbahasa Jawa, setiap hari sabtu ba’da shalat Subuh
f.       Kajian tafsir al-Qur’an, setiap hari Sabtu ba’da shalat Maghrib
g.      Pengajian anak-anak setiap hari Sabtu ba’da shalat Maghrib
h.      Pengajian remaja, setiap hari Ahad pertama (setiap bulan sekali)
i.        Mubalighin, setiap hari Ahad siang ba’da shalat Ashar
j.        Kursus seni baca al-Qur’an setiap senin petang
k.      Penyelenggaraan shalat Tarawih berjema’at ba’da shalat Isya’ setiap bulan Ramadlan
l.        Penyelenggaraan shalat Tarawih berjema’at dini hari pada bulan Ramadlan
m.    Penyelenggaran caramah agama dan buka puasa bersama/ ta’jil pada bulan Ramdlan
n.      Pengajian menyambut Nuzulul Qur’an pada bulan Ramadlan
o.      Pesantren Kilat untuk rmaja
p.      Pembatalan/ Buka Puasa bersama ba’da shalat Subuh setiap tanggal satu Syawal
q.      Penghimpunan dan penyaluran zakat Fitrah pada setiap Idul Fitri
r.        Penghimpunan, pemotongan dan penyaluran hewan Qurban pada setiap Idul Adha
s.       Penyelenggaraan pengajian/ Dakwa empat kali sehari selama sepuluh hari berturt-turut pada bulan maulud (sekaten)
t.        Penyelenggaran pasar rakyat di halaman Masjid pada setiap perayaan Sekaten
u.      Penyelenggaran Silaturrahmi Antar siswa SD/ MI Kota Yogyakarta (SILASKOTA) tiap bulan maulud setiap tahun, yang dikonsep dengan ajang lomba agama bagi siswa-siswi SD/MI
v.      Penyelenggaraan Donor Darah setiap empat bulan sekali bekerja sama dengan PMI
w.    Buka Puasa Arafah bersama setiap tanggal Dzulhijjah
3.      Kegiatan Insidentil
a.       Upacara pengucapan ikrar Dua Kalimat Syahadat/ peng-Islaman
b.      Penyelenggaraan Ijab Qabul/ Walimatul Urs
c.       Upacara Pelepasan Jenazah
d.      Penyelenggaran seminar, raker dan sebagainya oleh lembaga-lembaga lain
e.       Penampungan pangungsi pasca Gempa Bumi tanggal 27 Mmei 2006
f.       Penyelenggaraan Dapur Umum untuk menyediakan bantuan makan dan minum bagi pengungsi tiga kali/ Hari
g.      Santunan kepada Musafir yang terlantar/ kehilangan
h.      Penghimpunan dan pengiriman bantuan untuk musibah bencana alam (gempa bumi, tsunami, tanah longsor, badai/ angin puting beliung, kebakaran, banjir dan lain-lain).
D.    Masjid Gedhe Kauman dilihat dari Fungsi Sosialnya
Masjid Gedhe Kauman yang merupakan salah satu struktur dari sistem sosial di Yogyakarta, dan masyarakat kampung Kauman pada khususnya. Tidak jauh berbeda dengan lembaga-lemabag lain yang memiliki fungsi sosial. Sesuai dengan teori struktural fungsionalisme yang dikembangkan oleh Talcott Parsons dengan empat fungsi yang penting untuk semua sistem tindakan agar mampu bertahan, pertama adaptasi, yaitu sebuah sistem harus mampu menanggulangi situasi eksternal yang gawat. Sistem harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan. Masjid Gedhe Kauman sebagai lembaga yang didirkan oleh sultan asta nama Keraton Yogyakarta tentu sangat diterima oleh masyarakat sekitar, selain sebagai sarana untuk beribadah masyarakat dan juga sebagai wadah untuk menyelesaikan masalah-masalah yang di hadapi masyarakat, seperti halnya masalah waris, perceraian, perkawinan, dan sebagainya. Seperti halnya pada masa-masa sebelum dan paska penjajahan.
Pada sebelum dan masa kemerdekaan, Masjid Gedhe Kauman mempunyai peranan yang sangat signifikan dalam sejarah perjuangan masyarakat melawan penjajah karena masjid ini menjadi tempat berkumpulnya massa dan merupakan markas utama melawan penjajah. Setiap kali ada penyerbuan, pasukan yang terdiri dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan masyarakat pribumi diberangkatkan dari masjid ini. Seperti halnya penyerbuan markas Jepang di Kotabaru pada tanggal 7 Oktober 1945 oleh pejuang Yogyakarta yang tergabung dengan Polisi Istimewa dan Badan Keamanan Rakyat (Laskar Rakyat) yang kemudian dikenal dengan penyerbuan Kotabaru. Terbukti di Kotabaru terdapat monomen yang menandakan adanya pertempuran tersebut.
Pada masa Perjuangan Kemerdekaan RI, Masjid Gedhe Kauman sering dipergunakan oleh TNI bersama para pejuang Asykar Perang Sabil untuk menyusun strategi penyerangan melawan agresi Belanda. Para pahlawan Hizbullah yang gugur kemudian dimakamkan di sisi barat Masjid Gedhe Kauman, termasuk pahlawan nasional Nyai Hj. A Dahlan, area pemakaman tersebut dinamai dengan makam Syuhada’.
Pada masa sekarang pun masjid ini difungsikan sebagai tempat kegiatan masyarakat dengan syarat selama tidak mengganggu kegiatan rutin masjid seperti shalat jamaah lima waktu. Seperti pelaksanaan prosesi pernikahan di serambi masjid, dan sampai saat ini hampir tiap minggu terdapat prosesi pernikahan di area Masjid Gedhe Kauman, tutur Bapak Waslan Aslam selaku takmir masjid.
Kedua pencapaian, yaitu sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya. Pada masa-masa penjajahan sampai orde baru Masjid Gedhe Kauman tidak hanya berperan sebagai tempat beribadah masyarakat, tetapi juga sebagai benteng utama masyarakat dalam memperjuangkan dan mempertahnkan haknya sehingga banyak orang menyebut Masjid Gedhe Kauman sebagai simbol perjuangan masyarakat. Seperti pada zaman revolusi perjuangan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia, gedung Pajangan yang terletak di kanan kiri Regol masjid, dan biasa digunakan untuk para prajurit keraton (tentara kraton) untuk keamanan masjid dan setiap hari besar Islam, digunakan sebagai pusat Markas Ulama Asykar Perang Sabil (MU-APS) yang membantu TNI melawan agresi Belanda. Mereka mendorong semangat juang masyarakat yang tergabung dengan TNI dengan hal-hal religius, seperti tausyiah dan doa bersama.
Pada tahun 1965-1966 masjid ini sebagai sarana perjuangan Komponen Angkatan ’66 yang tergabung dalam KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia), KAPPI (Kesatuan Aksi Persatuan Pelajar Indonesia) dan sebagainya dalam menumbangkan Orde Lama dan membubarkan Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia (G 30 S PKI), begitu juga dengan aksi-aksi mahasiswa sebagai perjuangan Angkatan Muda pada saat Reformasi dalam menumbangkan rezim Orde Baru.
Ketiga integrasi, yaitu sebuah sistem harus mengatur hubungan antar bagian yang menjadi komponennya. Keempat pemeliharaan pola, sebuah sistem harus melengkapi, memelihara dan memperbaiki motivasi individual maupun pola-pola kultural yang menciptakan dan menopang motivasi. Dalam hal ini, Masjid Gedhe Kauman pada masa-masa seperti di atas dan pada masa reformasi merupakan satu-satunya lembaga yang berhasil mengatur hubungan antara berbagai komponen yang terdiri dari berbagai kalangan. Contoh kongkritnya ketika terjadi aksi yang dimotori oleh mahasisiwa, masyarakat kampung Kauman ikut mendukung dengan cara menyediakan makanan dan minuman gratis untuk diberikan kepada semua mahasiswa yang ikut serta dalam aksi tersebut, menyediakan tempat parkir gratis di wilayah kampung Kauman bagi mahasiswa yang berkendaraan, dan kesediaan takmir Masjid Gedhe Kauman untuk menampung seluruh mahasiswa di dalam masjid apabila terdapat hal-hal yang tidak diinginkan, memberikan semangat baru bagi mahasiswa karena merasa telah terlindungi dalam melaksanakan aksinya.
Kerusuhan pada tanggal 13-15 Mei 1998 yang berpusat di ibu kota Jakarta yang disebabkan oleh krisis finansial Asia dan disokong dengan tragedi Trisakti,[4] memicu semangat juang masyarakat dan mahasiswa Yogyakarta untuk mengadakan aksi pada malam tanggal 15 Mei 1998, aksi kali itu berupa aksi religius yaitu dengan shalat malam bersama dengan diikuti oleh seluruh lapisan masyarakat dan mahasiswa yang memenuhi alun-alun Keraton dengan Amin Rais sebagai Imam, namun rencana itu tidak berjalan dengan lancar karena ternyata Amin Rais yang diundang sebagai imam waktu itu tidak bisa hadir disebabkan terjebak kerusuhan di Jakarta, dan sebagai gantinya H. Budi Setiawan, ST sebagai ketua takmir meminta Amin Rais untuk membuat tulisan berisi semangat juang yang kemudian di fax dan dibacakan kepada jemaah shalat malam pada malam itu juga.
Voluntaristic Theory of Action
Melalui teon-teori Pareto dan Durkheim, Parsons membuat sintesis baru  mengenai pola aksi manusia yang disebut Voluntaristic Theory of Action atau "teori aksi sukarela." la menganggap bahwa individu bertindak karena adanya proses keputusan subjektif yang dilakukan secara sukarela. Proses pengambilan keputusan ini dipengaruhi oleh kondisi-kondisi tertentu, yaitu normatif dan situasional. Faktor-faktor  normatif dan situasional ini melekat dalam benak individu, sehingga dalam melakukan aksinya, tidak ada faktor pemaksaan, karena seorang aktor akan melakukannya dengan sukarela. Eleman dasar yang membentuk "aksi sukarela" adalah ;
1.      Aktor atau individu
2.      Aktor dianggap sebagai orang yang ingin mencapai tujuan
3.      Aktor mempunyai seperangkat alternatif alat untuk mencapai tujuan atau sasaran
4.      Aktor dihadapkan oleh beberapa macam kondisi situasional, seperti kondisi biologis, keturunan, ekologi eksternal yang dapat menghalangi individu, yang semuanya mempengaruhi aktor dalam menentukan sasarannya, serta alat yang akan digunakannya untuk mencapai sasaran.
5.      Aktor juga dipengaruhi oleh nilai-nilai, norma, dan ideologi yang semuanya mempengaruhi pemilihan sasaran dan bagaimana mencapai sasaran tersebut.
6.      Maka, sebuah aksi (perbuatan) akan melibatkan aktor yang membuat keputusan subjektif untuk menentukan sasaran dan alat yang digunakannya, yang semuanya dibatasi oleh nilai dan norma serta kondisi situasional dari aktor tersebut.[5]
Upacara Grebek yang dilakukan pada hari-hari besar Islam yaitu 12 Maulud, 1 Syawal, dan 10 Besar/ Dzulhijjah sebebnarnya merupakan contoh praktis dari Keraton kepada masyarakat untuk bersedekah (shodaqoh), dalam tradisinya gunungan didoakan di Masjid Gedhe Kauman oleh penghulu Keraton sebelum dibagikan kepada masyarakat untuk kemudian di grebek atau diambil secara beramai-ramai. Maka sangat wajar jika masyarakat yang ada di lingkungan Masjid Agung Kauman, gemar bersedekah. Seperti yang telah di jelaskan di atas mengenai partisipasi masyarakat pada masa-masa perjuangan.
Untuk mempererat tali silaturrahim antar individu salah satu upaya yang dilakukan oleh takmir masjid adalah mengadakan buka bersama/ ta’jilan pada bulan suci Ramadlan yang diikuti oleh ratusan orang setiap harinya, dan pada hari raya idul fitrih setelah jamaah subuh pasti diadakan makan bersama sebagai tanda bahwa hari itu adalah hari diharamkannya puasa bagi umat Islam. Pada bulan Maulud sendiri acara skatenan yang dimulai pada tanggal 5-12 bulan Maulud terdapat pengajian umum yang selain dipergunakan sebagai sarana mempererat tali silaturrahim juga untuk memberikan wawasan ilmu keagamaan.
Pada saat bencana alam yaitu Gempa yang melanda Yogyakarta pada tanggal 27 Mei 2006, takmir Masjid Gedhe Kauman menampung orang-orang yang terkena bencana di area masjid, takmir masjid memberikan izin kepada masyarakat untuk bertempat tinggal sementara di teras dan halam masjid, bahkan takmir mencarikan dana bantuan untuk menyantuni mereka serta juga menyediakan listrik yang dihasilkan dari alat pembangkit listrik berbahan bakar solar yang disediakan oleh takmir masjid, pada waktu itu masyarakat sempat tinggal beberapa waktu hingga keadaan benar-benar aman. Dan pada erupsi merapi tahun 2010, takmir masjid juga menampung beberapa pengungsi yang diletakkan di area masjid termasuk juga bangunan-bangunan yang berada di sekitar Masjid Gedhe Kauman sperti gedung Pajangan dan lain sebagainya yang bisa menampung pengungsi. Diceritakan oleh bapak Budi Stiawan ketika dia masih ada di luar kota untuk melihat keadaan masyarakat Lereng Merapi,  pada waktu dini hari beliau menelpon temen-temen takmir Masjid Gedhe Kauman untuk membuka masjid dan menyalakan lampu serta menyediakan makanan untuk diberikan kepada orang-orang yang digiring oleh beliau untuk diungsikan di Masjid Gedhe Kauman, dan alhamdulillah masyarakat kauman dengan sukarela dan tanpa adanya paksaan juga ikut berpartisipasi dalam segala hal di antaranya menyediakan makanan untuk pengungsi, untuk menyantuni mereka takmir masjid melaporkan keadaan tersebut kepada pemerintahan setempat untuk kemudian mendapatkan dana bantuan.
Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat kampung Kauman khususnya, yang mengalami musibah berupa kematian, takmir Masjid Gedhe Kauman menyediakan kamar Sauobah yang terletak di sebelah utara masjid, yaitu tempat pemandian jenazah, takmir juga membantu sepenuhnya upacara penguburan janzah secara sukarela, mulai dari memandikan, mengkafani dan mensholati janazah dilakukan di masjid kemudian mengantarkan janazah sampai ke liang lahat.
Selain itu, di Masjid Gedhe Kauman ini terdapat Remaja Takmir Masjid Gedhe Kauman yang biasanya mengadakan kegiatan-kegiatan yang diikut sertakan dalam hari-hari besar Islam, misalnya SILASKOTA (Silaturrahmi Anak Shaleh Kota Yogyakarta) yang dikonsep dengan lomba-lomba yang berbau keislaman seperti lomba adzan, lomba ngaji, lomba shalawat dan lain-lain bagi siswa MI/SD. Kegiatan lain yang hampir setiap tahunnya diadakan adalah Baksos yang biasanya dilaksanakn di luar kota Yogyakarta, Misalnya kegiatan Baksos yang pernah dilakukan di kampung Dhawingwa, Bantul. Setelah itu dilanjutkan dengan pemberian atau pembagian sembako kepada warga sekitar. Remaja Takmir juga menyediakan media berupa stasiun radio yang masih belum setingkat swasta, karena memang baru-baru ini didirikannya, diantara kegiatannya meliput atau memberitakan kegiatan-kegiatan yang sedang berlangsung dan yang akan diselenggarakan oleh takmir Masjid Gedhe Kauman.
Kegiatan lain yang mendukung kesejah teraan masyarakat yaitu pemberian barang berupa sembako oleh takmir kepada masyarakat satu hari menjelang hari raya. Terdapat juga pelayanan kesehatan yaitu dengan cara mendirikan klinik untuk Lansia dan penggalangan donor darah secara gratis.
Untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan dan mewujudkan kemakmuran masjid serta masyarakat sekitar cukup memerlukan dana yang lumayan besar, dana tersebut sepenuhnya diambil dari masyarakat Kauman dan jemaah masjid melalui kotak infaq yang terletak di serambi masjid, dan setiap minggunya dana yang terkumpul hampir mencapai 34 juta rupiah, sedangkan bantuan dari pemerintah dana yang diperoleh hanya berkisar 40 juta rupiah tiap tahunnya, selain itu juga sebagian diambil dari dana yang terkumpul dari ZIS (Zakat, infaq dan shodaqah), mengingat kegiatan-kegiatan yang berlangsung sangat membutuhkan dana yang lumayan banyak. Seperti dana untuk pelaksanaan ta’jilan di bulan Ramadlan yang menghabiskan dana sebesar Rp.150.000.000 (seratus lima puluh juta rupiah). Dan perlu diketahui dalam menggalang dana yang terkumpul dalam bentuk ZIS tidak terdapat paksaat sedikitpun kepada masyarakat, hal itu termotifasi dari sultan sebagai seorang teladan masyarakat dan tokoh utama yang mendirikan Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta. Wallahua’lam


Sumber :
1.      H. Budi Setiawan, ST, selaku Ketua Umum Takmir Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta
2.      M Waslan Aslam, anggota Pengurus Takmir Bidang Ibadah sekaligus koord. Muadzin Masjid Gedhe Kauman Yogyakarta
3.      Puspitawati. Harien, 2009, Teori Sturktural Fungsional dan Aplikasinya dalam Kehidupan Keluarga, Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor



[1] Atap mesjid berbentuk Tajuk Lambang Teplok yaitu bangunan yang mempunyai atap bertingkat tiga, bermaksud bagi setiap orang yang ingin mencapai kesempurnaan hidup baik di dunia maupun di akhirat haruslah melampaui tiga tingkatan; hakekat, syariat dan ma’rifat.
Daun Kluwih : (sejenis buah sukun) –linuwih= orang akan mempunyai kelebihan/ keistimewaan apabila telah melampaui tiga tingkatan tadi.
Gadha: yang berbentuk huruf “ALif” melambangkan bahwa yang disembah hanyalah Allah yang Esa
[2] yaitu tempat pertemuan para Alim Ulama, Pengajian Dakwah Islamiyah, Pengadilan Agama, Pernikahan, Pembagian Waris dan sebagainya.
[3] Gerbang ini berbentuk Semar Tinandu yang mempunyai makna sesuai dengan tugas dari seorang punakkawa yaitu mengasuh, menjaga, dan memberikan tauladan yang baik.
[4] Tragedi Trisakti di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti ditembak dan terbunuh dalam demonstrasi 12 Mei 1998.
[5] Harien Puspitawati, Teori Sturktural Fungsional dan Palikasinya dalam Kehidupan Keluarga, (Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 2009), hal: 14-15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar