Minggu, 23 September 2012

Kesadaran keagamaan baru dan krisis modernitas Robert N. Bellah


Adanya tradisi biblikal dan tradisi utilitarian di Amerika merupakan sebuah respon dari kekacauan yang terjadi di Amerika pada tahun 1960an. Penduduk asli menganggap diri mereka sebagai “God’s new Israel”,  sebuah bangsa di bawah naungan Tuhan (under God) dari sudut pandang ini, penambahan kata under God dalam janji loyalitas pada tahun 1950 adalah sebuah indikasi pengikisan tradisi, bukan karena ia merupakan inovasi tetapi karena ia muncul dari kebutuhan untuk mengeksplisitkan apa yang selama beberapa generasi diterima begitu saja,. Di New England pemahaman seperti tersebut diekspresikan dalam simbol biblikal sebuah janji yang mengisyaratkan suatu relasi khusus antara Tuhan dengan manusia. Sedangkan individualism utilitarian, secara total tidak pernah sejalan dengan tradisi biblikal, relasi saling tarik dan tolak antara keduanya sangat kompleks. Dalam bentuk Hobbesian asli, utilitarianisme tumbuh sebagai upaya untuk menerapkan metode ilmu dalam memahami manusia dan ia bersifat atheistik sekaligus determenistik. Istilah pokok dalam tradisi biblikal adalah kesadaran, dan utilitarian adalah kepentingan.
Pemahaman biblikal terhadap kehidupan nasional didasarkan pada gagasan komunitas yang memberi  manfaat bagi seluruh anggota, komunitas yang didukung oleh kebaikan publik dan privat. Tradisi ini menjanjikan balasan keduniaan dan juga akhirat untuk perbuatan baik.  Tradisi utilitarian mensyaratkan pengekangan-diri dan moralitas, jika bukan sebagai tujuan maka sebagai sarana. Tetapi mekanisme untuk mengahrmoniskan hubungan di antara kedua hubungan tersebut adalah pendistorsian tradisibiblikal oleh invidualisme utilitarian sehingga agama biblikal itu sendiri pada akhirnya bagi banyak orang menjadi sarana untk memaksimalkan pemenuhan kepentingan diri dengan tanpa adanya hubungan yang efektif dengan kebaikan, anugerah, ataupun komunitas.
R. N. Bellah menggambarkan tiga kemungkinan skenario terhadap masyarakat Amerika terkait dengan munculnya kesadaran keagamaan baru yang kelihatan mulai berkembang di kalangan kaum muda di San Fransisco Bay Area, yaitu liberal, otoritarian tradisional, dan revulusioner. Masa depan yang diharapkan oleh sebagian besar orang dan proyeksi yang dideskripsikan para futurology, sangat mirip dengan masyarakat saat ini dengan  sedikit perbedaan, inilah yang disebut Bellah sebagai skenario liberal. Masyarakat Amerika akan selalu mencurahkan dirinya untuk mengakumulasikan kekayaan dan kekuasaan. Rasionalisasi cara yang bersifat mekanik dan tidak adanya fokus terhadap tujuan., akan meningkat karena agama dan moralitas biblikal terus menerus mengalami pengikisan. Individualism utilitarian dengan batasan atau sisi biblika yang lebih sedikit dibanding sebelumnya, akan terus menjadi ideology dominan. Tradisi yang secara laten ini terdapat dalam seluruh gerakan lanjutan counter-budaya, politik dan keagamaan, menjadikan semua ini benar-benar mungkin. Skenario ini menggambarkan masyarakat sebagai sesuatu yang bergerak menuju, secara perlahan dan gradual kepada sesuatu seperti Brave New World Aldous Huxley. Skenario otoriatarianisme tradisional baru akan membangun beberapa versi ortodoks tunggal tentang apa itu kebenaran dan realitas dan juga memaksakan kesepakatan. Beberapa dogma, keyakinan dan ritual yang relatif historis akan ditetapkan sebagai sesuatu yang identik dengan realitas objektif itu sendiri. Dengan cara ini, korehensi personal dan social akan tercapai, tetapi pada akhirnya dengan mengorbankan objektifitas sesungguhnya. Selain itu juga mengakibatkan pergeran tajam dari dominasi eksklusif akal teknis; tetapi ia juga tidak menggunakan akal objektif, dan juga fokusnya yang lebih kepada tujuan ketimbang cara. Yang ketiga adalah revolusioner, skenario ini diperkirakan akan membawa perubahan struktural mendasar, baik secara kulturtal maupun social. Budaya ini akan memiliki komitmen yang kuat terhadap pencarian realitas tertinggi. Prioritas akan mengalami pergeseran dari akumulasi kekayaan dan kekuasaan yang tiada akhir, kepada fokus yang lebih besar terhadap harmoni denganalam dan manusia.

Keadaban dan agama sipil: Munculnya sekte
Phillip E. Hammond

Salama dua puluh tahun setelah perang Dunia II, tidak ada penurunan intensitas penggunaan simbol-simbol agama sipil, bahkan terdapat serangkaian peristiwa yang merendahkan signifikansi simbol-simbol itu, yang menyebabkan penolakan total terhadapnya. Hal itu menjadikan komitmen generaasi muda terhadap segala jenis praktek yang menggambarkan alur nilai-nilai Amerika menurun. Termasuk juga perubahan radikal kaum muda terhadap ketaatan untuk pergi ke gereja sejak tahun 1950an.
Hal ini merupakan peluang untuk masuknya sekte-sekte secara mulus yang menawarkan peluang untuk meneguhkan diri dan hal itu dilakukan dengan cara yang tidak pernah dilakukan oleh kelas menengah dan tidak pula oleh masyarakat Amerika khususnya. Sekte-sekte ketimuran paling baik dalam menggambarkan penegasan ini, termasuk juga sekte-sekte yang memfokuskan kepada radikalisme politik, komunalisme, obat-obatan yang merusak pikiran, atau fundamentalisme protestan. Sekte-sekte lainnya berbeda karena bersifat sentrifugal, bukan kekuatan yang mencakup; oleh karena itu mereka secara signifikan menentang nilai-nilai inti Amerika (baca: agama sipil Amerika).  Sekte-sekte itu pada mulanya menarik kaum muda, dan mendorong anggotanya kepada sebuah dedikasi total atau paling tidak loyalitas dan komitmen di mana hal ini bukanlah karakteristik badan-badan keagamaan utama di Amerika, P. E. Hammond menyebutnya dengan un- Amerikanisme yang memiliki daya nilai menarik bagi mereka yang menjadi sumber kebencian bagi mereka yang tertekan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar