Jumat, 24 Februari 2012

STUDI AGAMA PENDEKATAN THEOLOGIS


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Dewasa ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif didalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapi manusia. Agama tidak boleh hanya sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntunan terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normative dilengkapi dengan pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Agama sebagai objek kajian dapat didekati dengan mempergunakan berbagai pendekatan. Pendekatan teologi dalam memandang suatu agama atau ajaran terkadang masih sulit untuk mewujudkan objektivitas, sebab sering seorang peneliti dalam melakukan penelitian, diwarnai dengan pola pikir berdasarkan doktrin yang dianutnya. Kecenderungan seperti itu, cenderung melahirkan hasil penelitian yang bersifat apologis dan menutup mata terhadap kemungkinan adanya kebenaran ajaran-ajaran di luar yang dianutnya.
Berkenaan dengan pemikiran diatas, maka pada bab ini pembaca akan di ajak untuk mengkaji berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Hal demikian perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit difahami oleh masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah kepada agama lain, dan hal tersebut tidak boleh terjadi.
Berbagai pendekatan tersebut meliputi pendekatan toelogis normative antropologis, sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan, dan pendekatan filosofis. Adapaun yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama. Dalam hubungan ini, jalaluddin rahmat mengatakan bahwa agama dapat diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Reailitas keagamaan yang diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya. Karena itu, tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu sosial, penelitian legalistic atau penelitian filosofis.
B.   Rumusan Masalah
1.    Apakah yang dimaksud dengan pendekatan Theologis itu?
2.    Sebutkan dan jelaskan berbagai macam pendekatan Theologis?
C.   Metodologi Penulisan
Metodologi penulisan yang digunakan dalam makalah ini adalah metode pengumpulan data dari berbagai sumber yang disertai dengan menganalisinya.
D.   Sistematika Penulisan
Sistemektika penulisan dalam makalah ini terbagi menjadi beberapa bab dan sub untuk memudahkan pembaca dalam membaca dan menganalisis makalah kami, secara garis besar makala ini terdiri dari empat bab, bab pertama berisi pendahuluan, bab kedua dan ketiga berisi pembahasan mengenai tema makalah kami dan bab keempat atau bab terakhir adalah penutup yang berisi kesimpulan.


BAB II
Pendekatan Theologis
Teologi merupakan salah satu cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan tentang hakekat ketuhanan, pendekatan teologi dalam penelitian agama yang dimaksud disini adalah pembahasan materi tentang ekisistensi Tuhan. Tidak ada arti sederhana dan monolitik untuk mendefinisikan kata theologi, theologi telah ada sejak bangsa Sumeria yang mulai menjadi perkataan dalam istilah yunani yaitu theologia dan istilah ini mengacu pada tuhan-tuhan atau tuhan, theologi bukan merupakan hak prioritas suatu komunitas tertentu namun theologi merupakan bagian dari pendidikan yang umum. Dalam sejarahnya theologi mengacu pada sebuah candi yang dipersembahkan untuk dewa atau tuhan bangsa romawi dan yunani saat itu yang kemudian dalam perkembangannya theologi dapat disimpulkan sebagai ilmu yang selalu berkaitan dengan ketuhanan atau transedensi baik secara mitologis, filosofis maupun dogmatis, kesimpulan yang kedua meskipun theologi memiliki banyak nuansa, namun doktrin tetap menjadi elemen yang signifikan dalam memaknainya dan kesimpulan yang ketiga adalah theologi sesungguhnya adalah sebuah aktifitas yang muncul dari keimanan dan penafsiran atas keimanan.[1]
Tugas seorang pelajar atau sarjana perbandingan agama salah satunya adalah untuk memahami theologi-theologi tertentu dan dari agama tertentu, menggunakan pendekatan theologis dalam memahami theologi agama lain sangatlah sulit sekali karena kita harus berusaha untuk memahami dan melepaskan atau menanggalkan posisi subjektifitas sebagai peneliti agar dapat memahami objek yang diteliti dan berempati pada pandangan dunia lain (objek penelitian) dan bisa memposisikan diri sebagai bagian dari objek penelitian tersebut sehingga dapat memahami keimanan konseptual atau theologi mereka.[2]
Dalam menganalisis theologi-theologi agama (theologi of Religion), para sarjana agama akan menemui sejumlah perbedaan theologis dalam tradisi-tradisi keagamaan.  Perubahan itu bisa jadi merupakan perbedaan subtansi atau perbedaan cara kerja theologi. Perbedaan yang terdapat dalam tradisi tersebut dapat bertepatan dengan perbedaan-perbedaan lintas tradisi atau justru tidak bersesuaian, terdapat empat perbedaan mengenai hal tersebut yaitu:
a)    Theologi tidak niscaya terbatas pada formulasi doktrinal, terdapat delapan elemen dimana konsep hanya merupakan salah satu bagiannya. Tradisi-tradisi keagamaan, khususnya dalam waktu terakhir melakukan refleksi konseptual terhadap tujuh elemen lainnya yaitu komunitas keagamaan, ritual, etika, keterlibatan politik dan sosial kitab suci, estetika dan spiritualitas. Theologi-theologi yang berkaitan dengan ketujuh elemen terssebut menjadi signifikan tidak hanya dalam lingkungan agama kristen melainkan juga dalam pembahasan inner tradisi keagamaan lain.[3]
b)    Terdapat beragam tipe theologi dalam masing-masing tradisi yaitu:
·         Tipe theologi deskriptif, historis dan posiyivistik yang disukai para sejarawan dalam setiap tradisi yang berusaha mendeskripsikan apa yang fungsional secara doktrinal tanpa mengabaikan pertimbangan nilai. Pertimbangan nilai ini tidak dapat dihindari secara total karena konteks itu sendiri memuat anggapan yang tidak bebas nilai. Meskipun demikian tipe ini merupakn tipe yang paling dekat dengan theologi fenomenologis dan lebih memfokuskan pada deskripsi dari pada pengatahuan keimanan.
·         Theologi sistematik yang berusaha meringkas doktrin-doktrin dari komunitas beriman dalam suatu pengertian pengakuan (konfessional). Dalam hati, tidak ada upaya agar menjadi bebas nilai, tetapi dimaksudkan untuk mengkonstruksi posisi-posisisi doktrinal dan persaksian keimanan dengan suatu cara yang akan meningkatkan tradisi tersebut dan semua tradisi keagamaan memiliki tipe ini.[4]
·         Theologi filosofis yang berusaha terlibat dengan posisi-posisisi lain pada tingkat filosofis, dengan membawa dan memberikan reaksi kepadanya secara serius. Tipe ini memungkinkan perdebatan dan petukaran yang lebih serudibandingkan dengan tipe konfessional, ia berusaha masuk dalam dialog dengan budaya yang melingkupi dan dengan posisi filosofis dan keagamaan lainnya, salah satu tujuannya adalah apologetik yakni mempertahankan dan menonjolkan posisinya sendiri dengan argumen yang ternalar, maka sudut pandangnya tetap sama bahwa tradisi tetentu bersikap hati-hati terhadap tradisi lain dan berusaha membenarkan posisinya dalam dunia yang lebih luas, meskipun demikian, pemikir-pemikir pada abad pertengahan dari tradisi monoteistik saling memberi penilaian satu sama lain pada tingkat filosofis dalam upaya membuktikan keberadaan tuhan sementara pada tingkat konfessional kitab suci dan akomodasi keyakinan-keyakinan partikular kurang dimungkinkan antara posisi pemikir dan pemikir lain seperti Maimonides dari yahudi, Thomas Aquinas dari Kristen, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dari Islam.
·         Terdapat apa yang secara lebih luas disebut dengan theologi dialog. Waktu-waktu terakhir, tipe ini lebh lazim namun bukan bererti pada masa lalu tidak ada. Tipe ini mengandung keinginan secara sengaja untuk memahami tradisi-tradisi lain demi kepentingannya sendiri, bukan semata-mata karena lasan apologetik. Ini juga mencakup pemahaman bahwa sesuatu yang menjadi minat dan perhatian dapat dipelajari dari yang lain dan bahwa dengan melompat pada tradisi lain dengan melakukan dialog, seseorang dapat kembali dengan pengalaman disertai penghargaan terhadap tradisinya sendiri dan seseorang sangat mungkin dapat meninggalkan sesuatu yng berharga bagi partner dialognya.
Keempat tipe tersebut berasal dari dalam satu tradisi  partikular dan dari sudut pandangnya sendiri.
c)    Model perbedaan yang ketiga dalam theologi adalah apa yang muncul dalam cabang-cabang tertentu  dari suatu komunitas keagamaan tertentu juga. Pada saat terjadi perpecahan radikal, perbedaan tersebut menjadi sangat jelas, contohnya adalah tradisi kristen bereaksi menentang tangkai-tangkai yahudi sedangkan pada saat yang sama berusaha untuk menyempurnakannya, demikian juga dengan tradisi islam yang menyempurnakan tradisi-tradisi agama yahudi dan kristen namun dalam waktu yang sama menghapus  elemen-elemen yang ada dalam keduanya. Dalam kasus tersebut terjadi suatu perpisahan radikal dalam tradisi dan munculnya suatu gerakan keagamaan baru.[5]
d)    Model perbedaan yang keempat ditinjau dari beberapa segi merupakan perbedaan yang lebih penting baik di dalam maupun lintas tradisi keagamaan adalah perbedaan yang terjadi antara pandangan-pandangan theologis yang saling berlawanan, disharmoni antara pandangan theologis ini kadang-kadang lebih jelas daripada perbedaan antar agama-agama itu sendiri.[6]


BAB III
Macam-macam Pendekatan Theologis
Ada tiga macam pendekatan Theologis yang kami rangkum dalam makalah ini yaitu pendekatan theologis normatif, pendekatan theologis-dialogis dan pendekatan theologis-konvergensi[7], adapun penjelasan mengenai ketiga pendekatan theologis tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Pendekatan Teologis Normatif
Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama, ialah upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar bila dibandingkan dengan yang lainnya. Model pendekatan ini, oleh Muh. Natsir Mahmud, disebut sebagai pendekatan teologis-apologis. Sebab cenderung mengklaim diri sebagai yang paling benar, dan memandang yang berada di luar dirinya sebagai sesuatu yang salah, atau minimal keliru.
Menurut Amin Abdullah, teologi tidak bisa tidak, pasti mengacu pada agama tertentu. Loyalitas terhadap kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis.[8]
Dari pemikiran tersebut di atas, dapat diketahui bahwa pendekatan teologis normatif dalam pemahaman keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol keagamaan yang masing-masing dari bentuk forma simbol-simbol keagamaan tersebut mengklaim dirinya sebagai yang paling benar, sedangkan yang lainnya salah. Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar, sedangkan faham lainnya adalah salah, sehingga memandang bahwa paham orang lain itu keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya. Demikian pula paham yang dituduh keliru, sesat dan kafir itupun menuduh kepada pihak lain sebagai yang sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling mengkafirkan, salah menyalahkan dan seterusnya. Dengan demikian antara satu aliran dengan aliran yang lainnya tidak terbuka dialog atau saling menghargai. Yang ada hanyalah ketertutupan, sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan pengkotak-kotakan.
Penelitian terhadap agama tertentu dengan menggunakan pendekatan teologi normatif banyak ditemukan dalam karya-karya orientalis Kristen, yang cenderung mendiskreditkan Islam. Mc.Donal umpamanya, seperti yang dikutip oleh M. Natsir Mahmud mengatakan bahwa Islam pada mulanya adalah ajaran Kristen yang diselewengkan oleh keadaan patologis (penyakit jiwa) Muhammad, Islam menurutnya adalah bagian pemikiran ketimuran. Karakteristik pemikiran ketimuran menurutnya, ada dua :
ü  Menghargai fakta dan diikuti oleh fantasi yang bebas, tetapi di sisi lain terkungkung.
ü  Tidak menghargai kebebasan berpikir dan kebebasan intelektual.[9]
Jadi pendekatan teologis normatif dalam agama adalah melihat agama sebagai suatu kebenaran yang mutlak dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan nampak bersifat ideal. Dalam kaitan ini, agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas.
Untuk agama Islam misalnya, secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial, agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan, tolong-menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang ekonomi, agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran dan saling menguntungkan. Demikianlah agama tampil sangat ideal dan ada yang dibangun berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.
2.    Pendekatan Teologis–Dialogis
Pendekatan teologis–dialogis seperti yang telah dijelaskan ialah mengkaji agama tertentu dengan mempergunakan perspektif agama lain. Model pendekatan ini, banyak digunakan oleh orientalis dalam mengkaji Islam.
Seorang Islamolog Barat, Hans Kung, seperti yang disinyalir oleh M. Natsir Mahmud, dalam berbagai tulisannya dalam pengkajian Islam menggunakan pendekatan teologis-dialogis, yakni bertolak dari perspektif teologi Kristen. Kung menyajikan pandangan-pandangan teologi Kristen dalam melihat eksistensi Islam, mulai dari pandangan teologis yang intern sampai pandangan yang toleran, yang saling mengakui eksistensi agama masing-masing agama.[10]
Dalam melengkapi komentarnya, pertanyaan teologis yang diajukan Kung adalah, bahwa apakah Islam merupakan jalan keselamatan ? pertanyaan ini menjadi titik tolak untuk melihat apakah Islam sebuah agama yang menyelematkan penganutnya bila dilihat dari teologi Kristen. Kung mengemukakan pandangan beberapa teolog Kristen, misalnya, Origan, yang mengeluarkan pernyataan yang terkenal dengan Ekstra Gelesiam Nulla Sulus, artinya tidak ada keselamatan di luar gereja.
Selain itu, pendekatan teologis dialogis juga digunakan oleh W. Montgomery Watt. Hakikat dialog menurut Watt, sebagai upaya untuk saling mengubah pandangan antar penganut agama dan saling terbuka dalam belajar satu sama lain. Dalam hal ini Watt bermaksud menghilangkan sikap merendahkan agama seseorang oleh penganut agama yang lain serta menghilangkan ajaran yang bersifar apologis dari masing-masing agama.
3.    Pendekatan Teologis-Konvergensi
Berdasarkan pengertian yang telah dikemukakan terdahulu bahwa "pendekatan teologi konvergensi" adalah merupakan metode pendekatan terhadap agama dengan melihat unsur-unsur persamaan dari masing-masing agama atau aliran. Maksudnya dari pendekatan ini ialah ingin mempersatukan unsur-unsur esensial dalam agama-agama, sehingga tidak nampak perbedaan yang esensial. Dalam kondisi demikian, agama dan penganutnya dapat disatukan dalam satu konsep teologi universal dan umatnya disatukan sebagai satu umat beragama.[11]
Dalam hal pendekatan teologi konvergensi ini, Wilfred Contwell Smith sebagai penganut pendekatan ini menghendaki agar penganut agama-agama dapat menyatu, bukan hanya dalam dunia praktis tetapi juga dalam pandangan teologis. Sehubungan dengan hal tersebut, Smith mencoba membuat pertanyaan di mana letak titik temu keyakinan agama-agama itu untuk mencapai sebuah konvergensi agama ?. Dalam hal ini Smith terlebih dahulu membedakan antara faith (iman) dengan belief (kepercayaan). Di dalam faith agama-agama dapat disatukan, sedang dalam belief tidak dapat menyatu. Belief seringkali normatif dan intoleran. Belief bersifat histotik yang mungkin secara konseptual berbeda dari satu generasi ke generasi yang lain. Dari masalah belief itulah penganut agama berbeda-beda, dan dari perbedaan itu akan menghasilkan konflik. Sebaliknya dalam faith umat beragama dapat menyatu. Jadi orang bisa berbeda dalam kepercayaan (belief), tetapi menyatu dalam faith. Sebagai contoh, dalam masyarakat Islam terdapat berbagai aliran teologis maupun aliran fiqih. Mereka mungkin penganut aliran al-Asy'ariyah atau Mu'tazilah atau pengikut Imam Syafi'i atau Imam Hambal. Belief mereka berbeda yang mungkin menimbulkan sikap keagamaan yang berbeda, tetapi mereka tetap satu dalam faith (iman). Demikian pula antara penganut agama, mereka berbeda dalam belief dan respon keagamaan yang berbeda, tetapi hakikatnya menyatu dalam faith.
Dari ketiga metode pendekatan teologis tersebut di atas, maka yang paling akurat dipergunakan menurut analisa penulis adalah pendekatan teologis konvergensi, di mana pendekatan ini telah tercakup di dalamnya nilai-nilai normatif dan dialogis. Lain halnya hanya dengan menggunakan metode pendekatan normatif atau dialogis saja, belum tentu terdapat unsur konvergensi di dalamnya.

BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Theologi dapat disimpulkan sebagai ilmu yang selalu berkaitan dengan ketuhanan atau transedensi baik secara mitologis, filosofis maupun dogmatis, selain itu theologi juga memiliki banyak nuansa, namun doktrin tetap menjadi elemen yang signifikan dalam memaknainya dan theologi sesungguhnya adalah sebuah aktifitas yang muncul dari keimanan dan penafsiran atas keimanan. Jadi pendekatan theologis adalah sebuah pisau analisis untuk memahami konsep ketuhanan dalm agama tertentu yang hendak dijadikan sebagai objek penelitian, menggunakan pendekan theologis ini sangatlah susah karena untuk memahami konsep theologi agam lain seorang peneliti diharapkan mampu untuk melepaskan pendapatnya yang subjektif agar dapat memehami betul konsep theologi objek penelitiannya. Ada tiga macam pendekatan theologis yaitu pendekatan theologis normatif, pendekatan theologis, pendekatan theologis dialogis dan pendekatan theologis konvergensi yang telah dijelaskan di atas.
Demikian makalah ini kami susun jika terdapat banyak kesalahan baik dalm penulisan maupun pendapat yang kami paparkan tidak sesuai, maka kami mohon kritik dan sarannya untuk memperbaiki lagi makalah kami.

Daftar Pustaka
http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/22/barbagai-pendekatan-di-dalam-memahami-agama
///H:/tiga-pendekatan-dalam-memahami-agama.html
Peter Connolly, aneka Pendekatan Studi Agama, (yogyakarta:Lkis) hlm 317-318



[1] Peter Connolly, aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta:Lkis) hlm 317-318
[2] Peter Connolly, aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta:Lkis) hlm 329-330
[3] Peter Connolly, aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta:Lkis) hlm 333
[4] Peter Connolly, aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta:Lkis) hlm 334
[5] Peter Connolly, aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta:Lkis) hlm 335
[6]  Peter Connolly, aneka Pendekatan Studi Agama, (Yogyakarta:Lkis) hlm 336
[7] ///H:/tiga-pendekatan-dalam-memahami-agama.html
[8] http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/22/barbagai-pendekatan-di-dalam-memahami-agama
[9] ///H:/tiga-pendekatan-dalam-memahami-agama.html
[10] http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/22/barbagai-pendekatan-di-dalam-memahami-agama

[11] http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/22/barbagai-pendekatan-di-dalam-memahami-agama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar