BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Dewasa
ini kehadiran agama semakin dituntut agar ikut terlibat secara aktif didalam
memecahkan berbagai masalah yang dihadapi manusia. Agama tidak boleh hanya
sekedar menjadi lambang kesalehan atau berhenti sekedar disampaikan dalam
khotbah, melainkan secara konsepsional menunjukkan cara-cara yang paling
efektif dalam memecahkan masalah.
Tuntunan
terhadap agama yang demikian itu dapat dijawab manakala pemahaman agama yang
selama ini banyak menggunakan pendekatan teologis normative dilengkapi dengan
pemahaman agama yang menggunakan pendekatan lain, yang secara operasional
konseptual, dapat memberikan jawaban terhadap masalah yang timbul.
Agama
sebagai objek kajian dapat didekati dengan mempergunakan berbagai pendekatan.
Pendekatan teologi dalam memandang suatu agama atau ajaran terkadang masih
sulit untuk mewujudkan objektivitas, sebab sering seorang peneliti dalam
melakukan penelitian, diwarnai dengan pola pikir berdasarkan doktrin yang
dianutnya. Kecenderungan seperti itu, cenderung melahirkan hasil penelitian
yang bersifat apologis dan menutup mata terhadap kemungkinan adanya kebenaran
ajaran-ajaran di luar yang dianutnya.
Berkenaan
dengan pemikiran diatas, maka pada bab ini pembaca akan di ajak untuk mengkaji
berbagai pendekatan yang dapat digunakan dalam memahami agama. Hal demikian
perlu dilakukan, karena melalui pendekatan tersebut kehadiran agama secara
fungsional dapat dirasakan oleh penganutnya. Sebaliknya tanpa mengetahui
berbagai pendekatan tersebut, tidak mustahil agama menjadi sulit difahami oleh
masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat mencari pemecahan masalah
kepada agama lain, dan hal tersebut tidak boleh terjadi.
Berbagai
pendekatan tersebut meliputi pendekatan toelogis normative antropologis,
sosiologis, psikologis, historis, kebudayaan, dan pendekatan filosofis. Adapaun
yang dimaksud dengan pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang
terdapat dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami
agama. Dalam hubungan ini, jalaluddin rahmat mengatakan bahwa agama dapat
diteliti dengan menggunakan berbagai paradigma. Reailitas keagamaan yang
diungkapkan mempunyai nilai kebenaran sesuai dengan kerangka paradigmanya.
Karena itu, tidak ada persoalan apakah penelitian agama itu penelitian ilmu
sosial, penelitian legalistic atau penelitian filosofis.
B. Rumusan
Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan pendekatan Theologis itu?
2. Sebutkan
dan jelaskan berbagai macam pendekatan Theologis?
C. Metodologi
Penulisan
Metodologi penulisan yang digunakan dalam makalah ini
adalah metode pengumpulan data dari berbagai sumber yang disertai dengan
menganalisinya.
D. Sistematika
Penulisan
Sistemektika penulisan dalam makalah ini terbagi menjadi
beberapa bab dan sub untuk memudahkan pembaca dalam membaca dan menganalisis
makalah kami, secara garis besar makala ini terdiri dari empat bab, bab pertama
berisi pendahuluan, bab kedua dan ketiga berisi pembahasan mengenai tema
makalah kami dan bab keempat atau bab terakhir adalah penutup yang berisi
kesimpulan.
BAB II
Pendekatan Theologis
Teologi merupakan
salah satu cabang filsafat yang mempelajari pengetahuan tentang hakekat
ketuhanan, pendekatan teologi dalam penelitian agama yang dimaksud disini
adalah pembahasan materi tentang ekisistensi Tuhan. Tidak ada arti sederhana
dan monolitik untuk mendefinisikan kata theologi, theologi telah ada sejak
bangsa Sumeria yang mulai menjadi perkataan dalam istilah yunani yaitu
theologia dan istilah ini mengacu pada tuhan-tuhan atau tuhan, theologi bukan
merupakan hak prioritas suatu komunitas tertentu namun theologi merupakan
bagian dari pendidikan yang umum. Dalam sejarahnya theologi mengacu pada sebuah
candi yang dipersembahkan untuk dewa atau tuhan bangsa romawi dan yunani saat
itu yang kemudian dalam perkembangannya theologi dapat disimpulkan sebagai ilmu
yang selalu berkaitan dengan ketuhanan atau transedensi baik secara mitologis,
filosofis maupun dogmatis, kesimpulan yang kedua meskipun theologi memiliki
banyak nuansa, namun doktrin tetap menjadi elemen yang signifikan dalam
memaknainya dan kesimpulan yang ketiga adalah theologi sesungguhnya adalah
sebuah aktifitas yang muncul dari keimanan dan penafsiran atas keimanan.[1]
Tugas seorang pelajar
atau sarjana perbandingan agama salah satunya adalah untuk memahami
theologi-theologi tertentu dan dari agama tertentu, menggunakan pendekatan
theologis dalam memahami theologi agama lain sangatlah sulit sekali karena kita
harus berusaha untuk memahami dan melepaskan atau menanggalkan posisi
subjektifitas sebagai peneliti agar dapat memahami objek yang diteliti dan
berempati pada pandangan dunia lain (objek penelitian) dan bisa memposisikan
diri sebagai bagian dari objek penelitian tersebut sehingga dapat memahami
keimanan konseptual atau theologi mereka.[2]
Dalam menganalisis
theologi-theologi agama (theologi of Religion), para sarjana agama akan
menemui sejumlah perbedaan theologis dalam tradisi-tradisi keagamaan. Perubahan itu bisa jadi merupakan perbedaan
subtansi atau perbedaan cara kerja theologi. Perbedaan yang terdapat dalam
tradisi tersebut dapat bertepatan dengan perbedaan-perbedaan lintas tradisi
atau justru tidak bersesuaian, terdapat empat perbedaan mengenai hal tersebut
yaitu:
a) Theologi
tidak niscaya terbatas pada formulasi doktrinal, terdapat delapan elemen dimana
konsep hanya merupakan salah satu bagiannya. Tradisi-tradisi keagamaan,
khususnya dalam waktu terakhir melakukan refleksi konseptual terhadap tujuh
elemen lainnya yaitu komunitas keagamaan, ritual, etika, keterlibatan politik
dan sosial kitab suci, estetika dan spiritualitas. Theologi-theologi yang
berkaitan dengan ketujuh elemen terssebut menjadi signifikan tidak hanya dalam
lingkungan agama kristen melainkan juga dalam pembahasan inner tradisi
keagamaan lain.[3]
b) Terdapat
beragam tipe theologi dalam masing-masing tradisi yaitu:
·
Tipe theologi deskriptif, historis dan
posiyivistik yang disukai para sejarawan dalam setiap tradisi yang berusaha
mendeskripsikan apa yang fungsional secara doktrinal tanpa mengabaikan
pertimbangan nilai. Pertimbangan nilai ini tidak dapat dihindari secara total
karena konteks itu sendiri memuat anggapan yang tidak bebas nilai. Meskipun
demikian tipe ini merupakn tipe yang paling dekat dengan theologi fenomenologis
dan lebih memfokuskan pada deskripsi dari pada pengatahuan keimanan.
·
Theologi sistematik yang berusaha meringkas
doktrin-doktrin dari komunitas beriman dalam suatu pengertian pengakuan
(konfessional). Dalam hati, tidak ada upaya agar menjadi bebas nilai, tetapi
dimaksudkan untuk mengkonstruksi posisi-posisisi doktrinal dan persaksian
keimanan dengan suatu cara yang akan meningkatkan tradisi tersebut dan semua
tradisi keagamaan memiliki tipe ini.[4]
·
Theologi filosofis yang berusaha terlibat
dengan posisi-posisisi lain pada tingkat filosofis, dengan membawa dan
memberikan reaksi kepadanya secara serius. Tipe ini memungkinkan perdebatan dan
petukaran yang lebih serudibandingkan dengan tipe konfessional, ia berusaha
masuk dalam dialog dengan budaya yang melingkupi dan dengan posisi filosofis
dan keagamaan lainnya, salah satu tujuannya adalah apologetik yakni
mempertahankan dan menonjolkan posisinya sendiri dengan argumen yang ternalar,
maka sudut pandangnya tetap sama bahwa tradisi tetentu bersikap hati-hati
terhadap tradisi lain dan berusaha membenarkan posisinya dalam dunia yang lebih
luas, meskipun demikian, pemikir-pemikir pada abad pertengahan dari tradisi
monoteistik saling memberi penilaian satu sama lain pada tingkat filosofis
dalam upaya membuktikan keberadaan tuhan sementara pada tingkat konfessional
kitab suci dan akomodasi keyakinan-keyakinan partikular kurang dimungkinkan
antara posisi pemikir dan pemikir lain seperti Maimonides dari yahudi, Thomas
Aquinas dari Kristen, Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd dari Islam.
·
Terdapat apa yang secara lebih luas disebut
dengan theologi dialog. Waktu-waktu terakhir, tipe ini lebh lazim namun bukan
bererti pada masa lalu tidak ada. Tipe ini mengandung keinginan secara sengaja
untuk memahami tradisi-tradisi lain demi kepentingannya sendiri, bukan
semata-mata karena lasan apologetik. Ini juga mencakup pemahaman bahwa sesuatu
yang menjadi minat dan perhatian dapat dipelajari dari yang lain dan bahwa
dengan melompat pada tradisi lain dengan melakukan dialog, seseorang dapat
kembali dengan pengalaman disertai penghargaan terhadap tradisinya sendiri dan
seseorang sangat mungkin dapat meninggalkan sesuatu yng berharga bagi partner
dialognya.
Keempat tipe tersebut
berasal dari dalam satu tradisi
partikular dan dari sudut pandangnya sendiri.
c) Model
perbedaan yang ketiga dalam theologi adalah apa yang muncul dalam cabang-cabang
tertentu dari suatu komunitas keagamaan
tertentu juga. Pada saat terjadi perpecahan radikal, perbedaan tersebut menjadi
sangat jelas, contohnya adalah tradisi kristen bereaksi menentang
tangkai-tangkai yahudi sedangkan pada saat yang sama berusaha untuk
menyempurnakannya, demikian juga dengan tradisi islam yang menyempurnakan
tradisi-tradisi agama yahudi dan kristen namun dalam waktu yang sama
menghapus elemen-elemen yang ada dalam
keduanya. Dalam kasus tersebut terjadi suatu perpisahan radikal dalam tradisi
dan munculnya suatu gerakan keagamaan baru.[5]
d) Model
perbedaan yang keempat ditinjau dari beberapa segi merupakan perbedaan yang
lebih penting baik di dalam maupun lintas tradisi keagamaan adalah perbedaan
yang terjadi antara pandangan-pandangan theologis yang saling berlawanan,
disharmoni antara pandangan theologis ini kadang-kadang lebih jelas daripada
perbedaan antar agama-agama itu sendiri.[6]
BAB III
Macam-macam Pendekatan Theologis
Ada
tiga macam pendekatan Theologis yang kami rangkum dalam makalah ini yaitu
pendekatan theologis normatif, pendekatan theologis-dialogis dan pendekatan
theologis-konvergensi[7],
adapun penjelasan mengenai ketiga pendekatan theologis tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Pendekatan
Teologis Normatif
Pendekatan teologis normatif
dalam memahami agama, ialah upaya memahami agama dengan menggunakan kerangka
ilmu ketuhanan yang bertolak dari suatu keyakinan bahwa wujud empirik dari
suatu keagamaan dianggap sebagai yang paling benar bila dibandingkan dengan
yang lainnya. Model pendekatan ini, oleh Muh. Natsir Mahmud, disebut sebagai
pendekatan teologis-apologis. Sebab cenderung mengklaim diri sebagai yang
paling benar, dan memandang yang berada di luar dirinya sebagai sesuatu yang
salah, atau minimal keliru.
Menurut Amin Abdullah,
teologi tidak bisa tidak, pasti mengacu pada agama tertentu. Loyalitas terhadap
kelompok sendiri, komitmen dan dedikasi yang tinggi serta penggunaan bahasa
yang bersifat subjektif, yakni bahasa sebagai pelaku, bukan sebagai pengamat
adalah merupakan ciri yang melekat pada bentuk pemikiran teologis.[8]
Dari pemikiran tersebut di
atas, dapat diketahui bahwa pendekatan teologis normatif dalam pemahaman
keagamaan adalah pendekatan yang menekankan pada bentuk forma atau simbol-simbol
keagamaan yang masing-masing dari bentuk forma simbol-simbol keagamaan tersebut
mengklaim dirinya sebagai yang paling benar, sedangkan yang lainnya salah.
Aliran teologi yang satu begitu yakin dan fanatik bahwa pahamnyalah yang benar,
sedangkan faham lainnya adalah salah, sehingga memandang bahwa paham orang lain
itu keliru, sesat, kafir, murtad dan seterusnya. Demikian pula paham yang
dituduh keliru, sesat dan kafir itupun menuduh kepada pihak lain sebagai yang
sesat dan kafir. Dalam keadaan demikian, maka terjadilah proses saling
mengkafirkan, salah menyalahkan dan seterusnya. Dengan demikian antara satu
aliran dengan aliran yang lainnya tidak terbuka dialog atau saling menghargai.
Yang ada hanyalah ketertutupan, sehingga yang terjadi adalah pemisahan dan
pengkotak-kotakan.
Penelitian terhadap agama
tertentu dengan menggunakan pendekatan teologi normatif banyak ditemukan dalam
karya-karya orientalis Kristen, yang cenderung mendiskreditkan Islam. Mc.Donal
umpamanya, seperti yang dikutip oleh M. Natsir Mahmud mengatakan bahwa Islam
pada mulanya adalah ajaran Kristen yang diselewengkan oleh keadaan patologis
(penyakit jiwa) Muhammad, Islam menurutnya adalah bagian pemikiran ketimuran.
Karakteristik pemikiran ketimuran menurutnya, ada dua :
ü Menghargai
fakta dan diikuti oleh fantasi yang bebas, tetapi di sisi lain terkungkung.
ü Tidak
menghargai kebebasan berpikir dan kebebasan intelektual.[9]
Jadi pendekatan teologis
normatif dalam agama adalah melihat agama sebagai suatu kebenaran yang mutlak
dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikit pun dan nampak bersifat ideal. Dalam
kaitan ini, agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas.
Untuk agama Islam misalnya,
secara normatif pasti benar, menjunjung nilai-nilai luhur. Untuk bidang sosial,
agama tampil menawarkan nilai-nilai kemanusiaan, kebersamaan, kesetiakawanan,
tolong-menolong, tenggang rasa, persamaan derajat dan sebagainya. Untuk bidang
ekonomi, agama tampil menawarkan keadilan, kebersamaan, kejujuran dan saling
menguntungkan. Demikianlah agama tampil sangat ideal dan ada yang dibangun
berdasarkan dalil-dalil yang terdapat dalam ajaran agama yang bersangkutan.
2.
Pendekatan Teologis–Dialogis
Pendekatan teologis–dialogis
seperti yang telah dijelaskan ialah mengkaji agama tertentu dengan mempergunakan
perspektif agama lain. Model pendekatan ini, banyak digunakan oleh orientalis
dalam mengkaji Islam.
Seorang Islamolog Barat,
Hans Kung, seperti yang disinyalir oleh M. Natsir Mahmud, dalam berbagai
tulisannya dalam pengkajian Islam menggunakan pendekatan teologis-dialogis,
yakni bertolak dari perspektif teologi Kristen. Kung menyajikan
pandangan-pandangan teologi Kristen dalam melihat eksistensi Islam, mulai dari
pandangan teologis yang intern sampai pandangan yang toleran, yang saling
mengakui eksistensi agama masing-masing agama.[10]
Dalam melengkapi
komentarnya, pertanyaan teologis yang diajukan Kung adalah, bahwa apakah Islam
merupakan jalan keselamatan ? pertanyaan ini menjadi titik tolak untuk melihat
apakah Islam sebuah agama yang menyelematkan penganutnya bila dilihat dari
teologi Kristen. Kung mengemukakan pandangan beberapa teolog Kristen, misalnya,
Origan, yang mengeluarkan pernyataan yang terkenal dengan Ekstra Gelesiam Nulla
Sulus, artinya tidak ada keselamatan di luar gereja.
Selain itu, pendekatan
teologis dialogis juga digunakan oleh W. Montgomery Watt. Hakikat dialog
menurut Watt, sebagai upaya untuk saling mengubah pandangan antar penganut
agama dan saling terbuka dalam belajar satu sama lain. Dalam hal ini Watt
bermaksud menghilangkan sikap merendahkan agama seseorang oleh penganut agama
yang lain serta menghilangkan ajaran yang bersifar apologis dari masing-masing
agama.
3.
Pendekatan Teologis-Konvergensi
Berdasarkan pengertian yang
telah dikemukakan terdahulu bahwa "pendekatan teologi konvergensi"
adalah merupakan metode pendekatan terhadap agama dengan melihat unsur-unsur
persamaan dari masing-masing agama atau aliran. Maksudnya dari pendekatan ini
ialah ingin mempersatukan unsur-unsur esensial dalam agama-agama, sehingga
tidak nampak perbedaan yang esensial. Dalam kondisi demikian, agama dan
penganutnya dapat disatukan dalam satu konsep teologi universal dan umatnya
disatukan sebagai satu umat beragama.[11]
Dalam hal pendekatan teologi
konvergensi ini, Wilfred Contwell Smith sebagai penganut pendekatan ini
menghendaki agar penganut agama-agama dapat menyatu, bukan hanya dalam dunia
praktis tetapi juga dalam pandangan teologis. Sehubungan dengan hal tersebut,
Smith mencoba membuat pertanyaan di mana letak titik temu keyakinan agama-agama
itu untuk mencapai sebuah konvergensi agama ?. Dalam hal ini Smith terlebih
dahulu membedakan antara faith (iman) dengan belief (kepercayaan). Di dalam
faith agama-agama dapat disatukan, sedang dalam belief tidak dapat menyatu.
Belief seringkali normatif dan intoleran. Belief bersifat histotik yang mungkin
secara konseptual berbeda dari satu generasi ke generasi yang lain. Dari
masalah belief itulah penganut agama berbeda-beda, dan dari perbedaan itu akan
menghasilkan konflik. Sebaliknya dalam faith umat beragama dapat menyatu. Jadi
orang bisa berbeda dalam kepercayaan (belief), tetapi menyatu dalam faith.
Sebagai contoh, dalam masyarakat Islam terdapat berbagai aliran teologis maupun
aliran fiqih. Mereka mungkin penganut aliran al-Asy'ariyah atau Mu'tazilah atau
pengikut Imam Syafi'i atau Imam Hambal. Belief mereka berbeda yang mungkin
menimbulkan sikap keagamaan yang berbeda, tetapi mereka tetap satu dalam faith
(iman). Demikian pula antara penganut agama, mereka berbeda dalam belief dan
respon keagamaan yang berbeda, tetapi hakikatnya menyatu dalam faith.
Dari ketiga metode
pendekatan teologis tersebut di atas, maka yang paling akurat dipergunakan
menurut analisa penulis adalah pendekatan teologis konvergensi, di mana
pendekatan ini telah tercakup di dalamnya nilai-nilai normatif dan dialogis.
Lain halnya hanya dengan menggunakan metode pendekatan normatif atau dialogis
saja, belum tentu terdapat unsur konvergensi di dalamnya.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Theologi
dapat disimpulkan sebagai ilmu yang selalu berkaitan dengan ketuhanan atau
transedensi baik secara mitologis, filosofis maupun dogmatis, selain itu
theologi juga memiliki banyak nuansa, namun doktrin tetap menjadi elemen yang
signifikan dalam memaknainya dan theologi sesungguhnya adalah sebuah aktifitas
yang muncul dari keimanan dan penafsiran atas keimanan. Jadi pendekatan
theologis adalah sebuah pisau analisis untuk memahami konsep ketuhanan dalm
agama tertentu yang hendak dijadikan sebagai objek penelitian, menggunakan
pendekan theologis ini sangatlah susah karena untuk memahami konsep theologi
agam lain seorang peneliti diharapkan mampu untuk melepaskan pendapatnya yang
subjektif agar dapat memehami betul konsep theologi objek penelitiannya. Ada
tiga macam pendekatan theologis yaitu pendekatan theologis normatif, pendekatan
theologis, pendekatan theologis dialogis dan pendekatan theologis konvergensi
yang telah dijelaskan di atas.
Demikian
makalah ini kami susun jika terdapat banyak kesalahan baik dalm penulisan
maupun pendapat yang kami paparkan tidak sesuai, maka kami mohon kritik dan
sarannya untuk memperbaiki lagi makalah kami.
Daftar Pustaka
http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/22/barbagai-pendekatan-di-dalam-memahami-agama
///H:/tiga-pendekatan-dalam-memahami-agama.html
Peter
Connolly, aneka Pendekatan Studi Agama, (yogyakarta:Lkis) hlm 317-318
[1]
Peter Connolly, aneka Pendekatan Studi
Agama, (Yogyakarta:Lkis) hlm 317-318
[2] Peter Connolly, aneka Pendekatan Studi
Agama, (Yogyakarta:Lkis) hlm 329-330
[3]
Peter Connolly, aneka Pendekatan Studi
Agama, (Yogyakarta:Lkis) hlm 333
[4] Peter Connolly, aneka Pendekatan Studi
Agama, (Yogyakarta:Lkis) hlm 334
[5]
Peter Connolly, aneka Pendekatan Studi
Agama, (Yogyakarta:Lkis) hlm 335
[8]
http://my.opera.com/mid-as/blog/2011/01/22/barbagai-pendekatan-di-dalam-memahami-agama
[9]
///H:/tiga-pendekatan-dalam-memahami-agama.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar