Pendahuluan
Dewasa ini
dunia mengalami perkembangan yang amat pesat, termasuk kejadian-kejadian yang
menimpa umat manusia yang menuntut ajaran agama –salah satunya- untuk menemukan
sebuah penyelesaian yang tuntas. Katakanlah Isalam, dalam hal ini Islam
mempunyai tanggung jawab besar bagaiman kemudian ajarannya relefan dengan masa
sekarang dan juga masa yang akan darang, hal itu menyebabkan munculnya
pembaharuan-pembaharuan yang ada dalam ranah keIslaman di berbagai aspeknya.
Dimulai dari gerakan modernisme, sampai
kepada gerakan neo-revivalisme yang masih belum menemukan titik temu atau
jawaban akan masalah-masalah yang timbul saat ini. Ketidak mampuan mereka dalam
hal mengembangkan suatu metotologi membuatnya kesulitan dalam merumuskan tujuan
mereka secara jelas dan akurat. Hingga kemudian muncul yang namanya neo
modernisme, gerakan ini mencoba untuk melihat dan menyikapi secara kritis dan
objektif hasil-hasil pemikiran umat Islam dan Barat sekaligus. Paradigma aliran
ini, tidak semua hasil pemikiran ulama dan ilmuan Muslim selalu baik, benar dan
sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, dan juga tidak selamanya
pemikiran-pemikiran Barat bersifat negatif. Namun, seiring arus waktu, aliran
tersebut mengalami metamorfosa yang begitu rupa dan berganti nama dengan “Islam
Liberal”. Ciri khas yang dapat ditangkap dari aliran model ini adalah kuatnya
upaya guna menampakkan nuansa keagamaan (Islam) dalam bentuknya yang
substansial. Pemahaman yang diusungnya adalah paradigma holistik yang otentik
dengan tetap berpijak pada akar tradisi sekaligus masih berpijak kepada
nilai-nilai al-Quran dan sunnah Nabi. Dia tidak mengutamakan bentuk, melainkan
lebih pada nilai guna sosial yang ditimbulkannya.
Charles
Kurzman dalam bukunya Liberal Islam, a Sourcebook menyebutkan enam
gagasan sebagai tolok ukur sebuah pemikiran yang bisa dianggap liberal, yaitu; Pertama,
melawan teokrasi, yaitu ide-ide yang hendak mendirikan negara islam. Kedua, mendukung
gagasan demokrasi. Ketiga, membela hak-hak perempuan. Keempat, membela
hak-hak non Muslim. Kelima, membela kebebasan berpikir. Keenam, membela
gagasan kemajuan. Siapa saja menurut Kurzman yang membela salah satu dari enam
gagasan tersebut, maka termasuk seorang Islam Liberal.
Biografi
Fazlur Rahman
Fazlur Rahaman
yang kebih akrabnya dipanggil dengan sebutan Rahman lahir pada tanggal 21
September 1919 di daerah Hazara, (anak benua India) yang sekarang terletak di
sebelah barat laut Pakistan. Ayahnya Maulana Sahab al-Din, adalah seorang alim
terkenal lulusan Deoband. Rahman kecil sangat beruntung karena mempunyai ayah
yang sangat perhatian terhadap pendidikannya, terutama dalam hal mengaji dan
menghafal al-Quran sehingga pada usianya yang masih sepuluh tahun dia sudah
hafal al-Quran seluruhnya. Ayahnya juga sangat memperhatikan Rahman kecil dalam
hal keagamaan dengan disiplin yang tinggi sehingga dirinya mampu menghadapi
berbagai macam peradaban dan tantangan dalam kehidupannya yang modern. Dalam
hal kepribadian, ibunya selalu mengajarkan tentang kejujuran, kasih sayang, dan
hal lain yang bersifat konstruktif.
Hal penting
lainnya yang telah mempengaruhi pemikiran keagamaannya adalah bahwa dia dididik
dalam sebuah keluarga dengan tradisi mazhab Hanafi[1].
Selain itu, di India waktu itu telah berkembang pemikiran yang agak liberal
seperti yang dikembangkan oleh Syah Waliullah, Sayid Ahmad Khan, Sir Sayid,
Amir Ali, dan Muhammad Iqbal.[2]
Pada tahun 1933
Rahman melanjutkan studinya ke Lahore dan memasuki sekolah modern. Tahun 1940
dia menyelesaikan B.A.-nya dalam bidang bahasa Arab, dua tahun berikutnya
(1942), dia berhasil menyelesaikan Masternya dalam bidang bahasa Arab di
Universitas Punjab. Tahun 1946, Rahman berangkat ke Inggris untuk melanjutkan
studinya di Universitas Oxford. Di bawah bimbingan Profesor S. Van den Bergh
dan H. A. R. Gibb, Rahman menyelesaikan program Ph.D.-nya pada tahun 1949,
dengan disertasi tentang Ibn Sina. Dua tahun kemudian disertasinya tersebut
diterbitkan oleh Oxford University Press dengan judul Avecinna’s Psychology. Pada tahun 1959 karya suntingan Rahman dari Kitab al-Nafs karya Ibn Sina diterbitkan
juga di Oxford University Press dengan judul Avecinna’s De Anima.
Penguasaan
terhadap pelbagai bahasa, seperti bahasa
Latin, Yunani, Inggris, Jerman, Turki, Arab, dan Urdu yang dia pelajari sewaktu
masih menempuh pendidikan di Oxford University sangat membantu dirinya dalam
memperdalam dan memperluas keilmuannya, terutama dalam studi-studi Islam
melalui penelusuran literatur-literatur ke Iislaman yang ditulis oleh para
orientalis dalam bahasa mereka. Setelah menyelesaikan kuliahnya di Universitas
Oxford dia mengajar selama beberapa tahun di Durham University, Inggris, sekaligus
dia menyelesaikan karya orisinalnya yang berjudul Prophecy in Islam: Philosophy and Ortodoxy. Selanjutnya dia
mengajar di Institute of Islamic
Studies, McGill University, Canada.[3]
Pada awal
tahun 1960-an, Rahman pulang ke Negerinya, Pakistan. Kemudian dua tahun
berikutnya, dia ditunjuk sebagai Direktur Lembaga Riset Islam setelah
sebelumnya menjabat sebagai staf di lembaga tersebut. Selama kepemimpinannya,
lembaga ini berhasil menerbitkan dua jurnal ilmiah, yaitu Islamic Studies dan Fikru-Nazhr
(berbahasa Urdu). Ketika masih menjabat sebagai Direktur Lembaga Riset Islam
pada tahun 1964 dia ditunjuk sebagai anggota Dewan Penasehat Ideologi Islam
Pemerintah Pakistan. Karena kedua tugas ini, dia terdorong untuk menafsirkan
kembali Islam dalam Istilah-Istilah yang rasional dan Ilmiah untuk memenuhi
kebutuhan masyarakta Pakistan. Akan tetapi pada tahun 1969 dia melepas jabatannya
sebagai anggota Dewan Penasehat Ideologi Islam Pemerintah Pakistan setelah
beberapa saat sebelumnya dia melepas jabatannya sebagai Direktur Lembaga Riset
Islam.
Kemudian
Rahman hijrah ke Barat dan diterima sebagai tenaga pengajar di Universitas
California, Los Angeles, Amerika. Dan kemudian mulai menjabat sebagai Guru
Besar kajian Islam dalam berbagai aspeknya di Departement of Near Eastern
Languages and Civilization, University of Chicago. Ketenaran universitas ini
sebagai salah satu pusat studi Islam terkemuka di Barat antara lain disebabkan
oleh penunjukan Rahman sebagai Guru Besarnya. Mata kuliah yang diberikan Rahman
di sisni antara lain pemahaman al-Quran, filsafat Islam, kajian-kajian tentang
al-Ghazali, Ibn Taimiyah, Syeikh Waliyullah, Muahmmad Iqbal. Dia menetap di
Chicago kurang lebih selama 18 tahun, sampai akhirnya Tuhan memanggilnya pulang
pada tanggal 26 Juli 1988.[4]
Selain itu, di
samping memberikan kuliah, Rahman aktif memimpin berbagai proyek ang dipimpin
bersama dengan Prof. Leonard Binder, di antaranya adalah penelitian tentang
Islam dan perubahan sosial yang melibatkan banyak sarjana Yunior. Riset yang
dilakukan di negara Pakistan, Mesir, Turki, Iran, Maroko, dan Indonesia ini
memusatkan perhatiannya pada lima masalah pokok yaitu; pertama, pendidikan agama dan perubahan peran ulama dalam Islam. Kedua, syariah dan kemajuan ekonomi. Ketiga, keluarga dalam masyarakat dan
hukum Islam masa kini. Keempat, Islam
dan masalah legalistik politik. Kelima, perubahan
konsepsi-konsepsi stratifikasi di dalam masyarakat Muslim masa kini.
Konsep pembaharuan Fazlur Rahman terhadap
Islam
Islam dalam
analisis Fazlur Rahman merupakan gerakan aktual pertama yang dikenal dalam
sejarah, yang memandang masyarakat secara serius dan menganggap sejarah itu
dengan penuh arti, dua unsur tersebut dianggapnya sebagai hal yang mempunyai
nilai signifikan dalam kehidupan di dunia ini, sebab dalam sejarah dan
masyarakat Islam berkemabang terus mewarnai kehidupan kita ini. Menurut Fazlur
Rahman, dalam kondisi sedemikian dinamika Islam menemukan pijakannya. Abad-abad
pertama kehidupan Islam membuktikan kenyataan tersebut. Namun akhirnya
perkembangan peradaban Islam menjadi lumpuh ketika penafsiran al-Quran dan
Sunnah Nabi berhenti sebagai Sunnah yang hidup (sebagai suatu proses yang terus
menerus berkembang), dan dipandang sebagai kehendak perwujudan Tuhan. Dalam
kondisi seperti itu Islam menjadi agama yang beku dan dekaden serta kehilangan
semangat kreativitasnya. Islam tidak dapat berkembang lagi dan tidak mampu
menjadi acuan yang sebenarnya dalam kehidupan aktual, serta tidak berdaya dalam
menyelesaikan masalah kongkrit umat Islam dan umat manusia secara keseluruhan.
Oleh sebab
itu, untuk mengembalikan dinamika Islam seperti yang sebelumnya, Rahman
menyarankan adanya perbedaan antara Islam normatif dan Islam sejarah. Islma
normatif adalah ajaran-ajaran al-Quran dan Sunnah Nabi yang hidup yang
berbentuk nilai-nilai moral dan prinsip-prinsip dasar yang kemudian diyakini
sebagai sesuatu yang bernilai abadi dan dituntut untuk selalu menjadi rujukan
dalam keberagaman umat Islam. Sedangkan Islam sejarah adalah penafsiran yang
dilakukan terhadap ajaran Islam dalam bentuknya yang beragam, hal itu merupakan
pemahaman kontekstual umat Islam yang musti dikaji dan direkonstruksi melalui
cahay nilai-nilai al-Quran dan Sunnah Nabi secara total dan terus menerus dalam
rangka menyikapi perkembangan dan perubahan kehidupan sosial yang terus
terjadi.
Menurut Birt,
pendekatan yang digunakan Fazlur Rahman adalah pendekatan yang sejalan dengan
historisisme, yaitu pandangan yang menyatakan kebenaran-kebenaran dasar pada
suatu masyarakat harus diformulasikan kembali untuk menghadapi lingkungan yang
baru. Hal yang membedakan Rahman dengan para historisis lainnya adalah
penggunaan historisisme Rahman dalam idiom-idiom yang secara total Islami,
artinya dia beranggapan bahwa pernilaian yang signifikan terhadap masa lalu
hanya dapat dilakukan dengan berdasarkan rujukan kepada seperangkat nilai-nilai
yang bersifat transendental. Birt
menjelaskan historisisme Fazlur Rahman terdiri dari tiga tahap. Pertama, pemahaman terhadap proses
sejarah yang dengan itu Islam mengambil bentuknya. Kedua, analisis terhadap proses tersebut untuk membedakan
prinsip-prinsipnya yang esensial dari formasi-formasi umat Islam yang bersifat
partikular sebagai hasil kebutuhan mereka yang bersifat khusus. Ketiga, pertimbangan terhadap cara yang
terbaik untuk mengapliasikan prinsip-prinsip esensial tersebut.[5]
Berangkat dari
pendekatan itu, secara umum Rahman beranggapan bahwa salah satu aspek
kekurangan dan kelemahan teologi Islam adalah ketidak sesuaian antara pandangan
dunia al-Quran (sebagai dasar diskursus teologi) dengan pandangan berbagai
aliran teologi skolastik spekulatif yang muncul dalam Islam. Ha itu terjadi
karena aliran-aliran tersebut kurang mampu menangkap secara utuh pandangan dunia
al-Quran. Selain dari pada itu, Rahman menyesalkan “para teolog sudah terlalu
banyak bersibuk-sibuk dengan Tuhan dan hakikat Tuhan, sebaliknya mereka
menyikapi hakikat dan fungsi manusia sendiri secara apatis dan terkesan
menelantarkan,” baik itu Mu’tazilah ataupun Asy’ariyah. Akibatnya, teologi
Islam tidak mempunyai kaitan secara organik-internal dengan fiqh, ataupun
dengan disiplin ilmu lainnya termasuk etika yang seharusnya menjadi mata rantai
antara keduanya.
Rahman juga
tidak setuju atas pendapat para ahli kalam
yang membatasi bahasa ilmu kalam atau teologi sekedar menetapkan
akidah-akidah agama yang semata-mata untuk mempertahankan ajaran-ajaran agama
dengan argumen-argumen rasional, dan bukan menyelidiki dan menafsirkannya
dengan metode-metode rasional, akibatnya ialah muncul rumusan dan
argumen-argumen yang rumit yang diambil dari filsafat yang tidak dapat
dijangkau oleh masyarakat umum, sedangkan dogma dan isinya tetap tidak
mengalami perubahan, tanpa penafsiran yang substansial.
Seharusnya
menurut Rahman, teologi sebagai usaha intelektual yang mampu memberikan
gambaran (account) yang koheren dan
tepat mengenai pandangan dunia al-Quran sehingga pikiran dan hati seseorang
yang beriman atau mau beriman dapat menerima dan menjadikan world view itu sebagai landasan mental
dan spiritualnya. Berdasarkan ini tugas teologi Islam bukan hanya semata-mata
mempertahankan ajaran-ajaran agama dengan argumen-argumen yang rasional, tapi
sekaligus juga untuk menyelidiki dan menafsirkan ajaran tersebut dengan metode
rasional.[6]
Konsep yang
ditawarkan Fazlur Rahman dalam upaya merekonstruksikan ajaran Islam dangan
menggunakan metode Islam historis yaitu dengan nilai-nilai yang ada dalam
al-Quran sesuai dengan pandangannya terhadap al-Quran bahwa, al-Quran adaah
firman Allah, pada dasarnya adalah suatu kitab mengenai prinsip-prinsip dan
nasehat keagamaan dan moral bagi umat manusia yang ditekankan al-Quran dari
awal hingga akhir dalam semua aspek yang diperlukan bagi semua tindakan kreatif
manusia. Oleh karena itu, kepentingan sentral al-Quran adalah manusia dan
perbaikannya. Dengan demikian, al-Quran
harus dijadikan dasar dan acuan pokok dalam semua sikap dan prilaku umat Islam,
baik sebagai individu maupun sebagai bagian dari masyarakat. Rahman menegaskan
lebih lanjut, al-Quran merupakan petunjuk yang palimg komprehensif bagi
manusia, dengan berdasarkan pada surat yusuf (12): 111 (Al-Quran itu bukan suatu cerita yang dibuat-buat. Namun ia membenarkan
kitab-kitab yang sebelumnya, menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk
serta rahmat bagi orang-orang yang beriman). Sebagai konsekuensinya dia
menyarankan dan berupaya dalam memahami kitab suci ini dengan menggunakan suatu
metode interpretasi al-Quran yang rasional, sistematis dan komprehensif
agar dapat memahami al-Quran sebagai
suatu kepaduan yang saling berkaitan dan menghasilkan suau pandangan hidup yang
pasti dan menyeluruh. Pola seperti ini merupakan satu-satunya metode yang dapat
diandalkan dami memahami niali-nilai moral,
aspek legal dan tentunya aspek-aspek teologi.
Untuk dapat
benar-benar memahami risalah atau misi al-Quran hingga memungkinkan orang-orang
yang beriman dan orang yang ingin hidup dalam bimbingannya dapat
melaksanakannya secara koheren dan bermakna, doktor lulusan Oxford University
tersebut mengembangkan suatu metodologi yang sistematis dan aplikatif, dengan
melibatkan faktor-faktor kognitif dari wahyu dan mengesampingkan aspek-aspek
estetik-apresiatif atau kekauatan apresiasinya, sehingga orang Muslim ataupun
non Muslim dapat bersatu (dalam suatu urusan tertentu), asalkan mereka meiliki
simpati dan ketulusan hati yang diperlukan. Idealnya melalui pendekatan seperti
itu semua orang sama-sama mempunyai kesempatan yang tidak berbeda secara
intelektual untuk memahami al-Quran dengan subjektif dan benar, baik itu Muslim
ataupun tidak.
Secara umum,
proses penafsiran yang ditawarkan Rahman mempunyai gerakan ganda. Pertama, dari situasi sekarang menuju ke
masa turunnya al-Quran; dan kedua, dari
masa turunnya al-Quran kembali pada masa kini. Gerakan pertama terdiri dari dua
langkah, yaitu pemahaman arti atau makna dari suatu pernyataan al-Quran melalui
cara mengkaji situasi atau problem historis di mana pernyataan Kitab Suci
tersebut turun sebagai jawabnnya. Setelah itu, langkah kedua yang harus diambil
adalah membuat generalisasi dari jawaban-jawaban spesifik tersebut, dan
mengungkapkannya dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang memiliki tujuan-tujuan
moral yang bersifat umum. Sesudah dua langkah pertama tersebut, menuju gerakan
kedua yang berbentuk perumusan ajaran-ajaran yang bersifat umum tersebut, dan
kemudain meletakkannya kedalam konteks sosio-historis yang konkrit saat ini.[7]
Dengan
demikian Fazlur Rahman mengesankan lebih memilih signifikansi makna yang
bersifat universal dari pada makna tekstual yang terikat dengan peristiwa lokal
historis. Menanggapi metode tersebut, Binder menjelaskan bahwa Rahman dengan
metodenya ingin menekankan signifikansi penciptaan suatu kerangka penafsiran
yang integratif dan konsisten untuk diaplikasikan kepada semua bagian al-Quran.
Penutup
Pembahasan
dari seorang Fazlur Rahman dan konsep pembaharuannya akan mengarahkan kepada
suatu kesimpulan bahwa Fazlurrahman yang dilahirkan pada tanggal 21 September
1919 di daerah Hazara sangat peduli terhadap masalah-masalah yang menimpa umat
Islam dan menginginkan sebuah perubahan yang signifikan dalam ranah keilmuan
Islam pada khususnya. Ayahnya Maulana Sahab al-Din, adalah seorang alim
terkenal lulusan Deoband. Dengan didikan yang ketat dari ayahnya pada usia yang
masih sepuluh tahun dia sudah hafal al-Quran seluruhnya. Tahun 1940 dia
menyelesaikan B.A.-nya dalam bidang bahasa Arab, tahun 1942 dia berhasil
menyelesaikan Masternya dalam bidang bahasa Arab di Universitas Punjab. Tahun
1946, Rahman berangkat ke Inggris untuk melanjutkan studinya di Universitas
Oxford dan menyelesaikan program Ph.D.-nya pada tahun 1949, dengan disertasi
tentang Ibn Sina. Pada tahun 1969 Rahman hijrah ke Barat dan setelah beberapa
saat kemudian, dia mulai menjabat sebagai Guru Besar kajian Islam dalam
berbagai aspeknya di Departement of Near Eastern Languages and Civilization,
University of Chicago, sampai akhirnya Tuhan memanggilnya pulang pada tanggal
26 Juli 1988.
Gagasan
teologi Fazlur Rahman menampakkan pembaharuan yang cukup signifikan dalam
beberpaa aspek. Pembaharuannya itu bukan sekedar pembaharuan, tapi sarat dengan
libralisme yang transformatif sekaligus otentik. Hal itu dapat ditelusuri dari
posisi al-Quran dalam teologi yang digagasnya, al-Quran selalu menjadi rujukan
utama. Pendekatan tersebut dilakukan sebagai landasan yang total untuk
merumuskna suatu teologi yang sarat dengan muatan nilai-nilai keagamaan, dan
sekaligus kemanusiaan universal. Pada sisi ini ushanya untuk membangun suatu
teologi yang benar-benar baru, bersifat liberal dan mampu mencerahkan kehidupan
keagamaan mulai tampak. Melalui pendekatan al-Quran itu, dia mengembangkan
konsep-konsep teologi yang lebih komprehensif
dan utuh, serta tidak bersifat dinamis.
DAFTAR PUSTAKA
Abd A’la, 2003, Dari
Neomodernisme
ke Islam Liberal, Jakarta: Paramadina
Admin, Biografi
Fazlur Rahman, Biografi Tokoh Pembaharu Islam, dalam internet, webset: http://pasaronlineforall.blogspot.com/2010/11/biografi-fazlur-rahman-biografi-tokoh.html, diakses tanggal 03 Maret 2011
Hisam. M Ali,
Fazlur Rahman dan Libralisme Islma (di)
Indonesia, dalam internet, webset: http://sayoisa.blogspot.com/2010/02/fazlur-rahman-dan-liberalisme-islam-di.html,
diakses tanggal 03 Maret 2011
Sutrisno, 2006, Fazlurrahman
(Kajian Terhadap Metode, Epistimologi dan Sistem Pendidikan), Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
[1]
sebuah mazhab Sunni yang lebih banyak
menggunakan rasio (ra’yu) dibandingkan dengan mazhab Sunni lainnya.
[2] Admin, Biografi
Fazlur Rahman, Biografi Tokoh Pembaharu Islam, dalam internet, webset: http://pasaronlineforall.blogspot.com/2010/11/biografi-fazlur-rahman-biografi-tokoh.html, diakses tanggal 03 Maret 2011
[3]
Sutrisno, Fazlurrahman (Kajian Terhadap
Metode, Epistimologi dan Sistem Pendidikan), (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2006), hal: 62
[4]
Ibid, hal: 64
[5]
Abd A’la, Dari Neomodernisme ke Islam
Liberal, (Jakarta: Paramadina, 2003), hal: 71
[6]M.
Ali Hisam, Fazlur Rahman dan Libralisme
Islma (di) Indonesia, dalam internet, webset: http://sayoisa.blogspot.com/2010/02/fazlur-rahman-dan-liberalisme-islam-di.html,
diakses tanggal 03 Maret 2011
[7]
Ibid, hal: 84
Tidak ada komentar:
Posting Komentar