Selasa, 24 Mei 2011

LOGIKA PRAGMATISME


A.  Definisi Logika Pragmatisme
Logika adalah ilmu tentang proses berfikir. Seorang akhli logika mempelajari kegiatan-kegiatan proses berfikir yang ada di kepala setiap manusia dan mencoba merumuskan hukum-hukum, bentuk-bentuk dan inter-relasi semua proses mentalnya. Namun bila dilihat dari segi bahsa logika berasal dari kata Yunani kuno λόγος (logos) yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.
Fudyartanata, berpendapat bahwa logika adalah ilmu yang mempelajari secara mendalam tentang kebenaran berpikir. Dengan kata lain, logika adalah ilmu radikal tentang berpikir yang benar, sehingga mendapatkan hasil yang benar pula. [1]
Alfred Cryril Ewing mengatakan, Logic is the study of the different kinds of propositions and the relations between them which justify inference (studi tentang jenis-jenis keterangan yang berbeda dan hubungan di antara mereka yang membenarkan penyimpulan).
Namun dapat diartikan juga bahwa secara luas logika adalah cabang filsafat yang membicarakan prinsip serta norma-norma penyimpulan yang sah. Secara sederhana logika adalah cabang fisafat yang membahas metode penalaran yang sah dari premis ke kesimpuan.
Sedangkan Definisi Pragmatisme adalah menurut Kamus Ilmiah Populer, Pragmatisme berarti aliran filsafat yang menekankan pengamatan penyelidikan dengan eksperimen (tindak percobaan), serta kebenaran yang mempunyai akibat-akibat yang memuaskan. Sedangkan, definisi Pragmatisme lainnya adalah hal mempergunakan segala sesuatu secara berguna.
Istilah Pragmatisme  berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Dengan demikian Pragmatisme itu berarti ajaran yang menekankan bahwa pemikiran itu menuruti tindakan.
Jadi bila dilihat dari masing-masing pengertian di atas mengenai logika dan pragmatisme kita dapat mengetahui definisi sederhananya bahwa logika pragmatisme adalah logika yang berpaham pragmatis atau praktek, artinya mempraktekkan simpulan dari sebuah penalaran.
B.  Pragmatisme
1.    Latar belakang pragmatisme
Pragmatisme telah membawa perubahan yang besar tehadap budaya Amerika dari lewat abad ke 19 hingga kini. Fasafah ini telah dipengaruhi oleh Charles Darwin dengan teori evolusinya dan Albert Estein dengan teori relativitasnya. Falsafah ini cenderung kepada falsafah Epistemologi (cabang dari filsafat yang menyelidiki sumber-sumber serta kebenaran pengetahuan) dan aksiologi (penyelidikan terhadap nilai atau martabat dan tindakan manusia) dan sedikit perhatian terhadap metafisik.
.Pada awal perkembangannya, Pragmatisme lebih merupakan suatu usaha-usaha untuk menyatukan ilmu pengatahuan dan filsafat agar filsafat menjadi ilmiah dan berguna bagi kehidupan praktis manusia Sehubungan dengan masalah tersebut, Pragmatisme akhirnya berkembang menjadi suatu metode yang memecahkan berbagai perdebatan filosofis-metafisik yang hampir mewarnai seluruh perkembangan dan perjalanan filsafat sejak zaman yunani kuno (Guy W.Stroth :1968). Dalam usahanya (filsuf) untuk memecahkan masalah – masalah metafisik yang selalu menjadi bahasan berbagai filosofi itulah pragmatisme menemukan suatu metode yang spesifik (metode khusus) yaitu dengan mencari konsekuensi praktis dari setiap konsep atau gagasan dan pendirian yang di anut masing-masing pihak. Metode tersebut di terapkan dalam setiap bidang kehidupan manusia. Karena pragmatisme adalah suatu filsafat tentang tindakan manusia maka setiap bidang kehidupan manusia menjadi bidang penerapan dari filsafat pragmatisme. Pada akhirnya filsafat ini lebih terkenal sebagai suatu metode dalam mengambil keputusan melakukan tindakan tertentu atau yang menyangkut kebijaksanaan tertentu.
2.    Tokoh-tokoh pragmatisme
Pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1893-1942), yang kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).
a.       Charles Sanders Peirce
Charles mempunyai gagasan bahwa suatu hipotesis (dugaan sementara/ pegangan dasar) itu benar bila bisa diterapkan dan dilaksanakan menurut tujuan kita. Horton dan Edwards di dalam sebuah buku yang berjudul Background of American literary thought(1974) menjelaskan bahwa peirce memformulasikan (merumuskan) tiga prinsip-prinsip lain yang menjadi dasar bagi pragmatisme sebagai berikut :
ü Bahwa kebenaran ilmu pengetahuan sebenarnya tidak lebih daripada kemurnian opini manusia.
ü Bahwa apa yang kita namakan “universal “ adalah yang pada akhirnya setuju dan mnerima keyakinan dari “community of knowers “
ü Bahwa filsafat dan matematika harus di buat lebih praktis dengan membuktikan bahwa problem-problem dan kesimpulan-kesimpulan yang terdapat dalam filsafat dan matematika merupakan hal yang nyata bagi masyarakat(komunitas)

b.      William James
William selain menamakan filsafatnya dengan “pragmatisme”, ia juga menamainya “empirisme radikal”. Menurut James, pragatisme adalah aliran yang mengajarkan bahwa yag benar ialah apa yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan perantaraan yang akibat-akibatnya yang bermanfaat secara praktis. Aliran ini bersedia menerima segala sesuatu asal saja membawa akibat praktis, misalnya pengalaman-pengalaman pribadi, kebenaran mistik, semuanya bisa diterima sebagai kebenaran, dan dasar tindakan asalkan membawa akibat yang praktis yang bermanfaat.
Sedangkan empirisme radikal adalah suatu aliran yang harus tidak menerima suatu unsur alam bentuk apa pun yang tidak dialami secara langsung. Dalam bukunya The Meaning of The Truth, James mengemukakan tidak ada kebenaran mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri dan terlepas dari segala akal yang mengenal, melainkan yang ada hanya kebenaran-kebenaran ‘plural’. Yang dimaksud kebenaran-kebenaran plural adalah apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman khusus yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
Menurut James, ada dua hal kebenaran yang pokok dalam filsafat yaitu Tough Minded dan Tender Minded. Tough Minded dalam mencari kebenaran hanya lewat pendekatan empirirs dan tergantung pada fakta-fakta yang dapat ditangkap indera.Sementara, Tender Minded hanya mengakui kebenaran yang sifatnya berada dalam ide dan yang bersifat rasional.
Menurut James, terdapat hubungan yang erat antara konsep pragmatisme mengenai kebenaran dan sumber kebaikan. Selama ide itu bekerja dan menghasilkan hasil-hasil yang memuaskan maka ide itu bersifat benar. Suatu ide dianggap benar apabila dapat memberikan keuntungan kepada manusia dan yang dapat dipercayai tersebut membawa kearah kebaikan.
Disamping itu pula, William James mengajukan prinsip-prinsip dasar terhadap pragmatisme, sebagai berikut:
ü Bahwa dunia tidak hanya terlihat menjadi spontan, berhenti dan tak dapat di prediksi tetapi dunia benar adanya.
ü Bahwa kebenaran tidaklah melekat dalam ide-ide tetapi sesuatu yang terjadi pada ide-ide daam proses yang dipakai dalam situasi kehidupan nyata.
ü Bahwa manusia bebas untuk meyakini apa yang menjadi keinginannya untuk percaya pada dunia, sepanjang keyakinannya tidak berlawanan dengan pengalaman praktisny maupun penguasaan ilmu pengetahuannya.
ü Bahwa nilai akhir kebenaran tidak merupakan satu titik ketentuan yang absolut, tetapi semata-mata terletak dalam kekuasaannya mengarahkan kita kepada kebenaran-kebenaran yang lain tentang dunia tempat kita tinggal didalamnya (Horton dan Edwards, 1974:172).
c.       John Dewey
Dewey adalah seorang pragmatis, namun ia lebih suka menyebut sistemnya dengan istilah Instrumentalis. Menurutnya, tujuan filsafat adalah untuk mengatur kehidupan dan aktivitas manusia secara lebih baik, untuk didunia dan sekarang. Tegasnya, tugas fiilsafat yang utama ialah memberikan garis-garis pengarahan bagi perbuatan dalam kenyataan hidup. Oleh karena itu, filsafat tidak boleh tenggelam dalam pemikiran-pemikiran metafisis yang tiada faedahnya. Filsafat harus berpijak pada pengalaman (experience) , dan menyelidiki serta mengolah pengalaman itu secara aktif kritis. Dengan demikian, filsafat akan dapat menyusun suatu system norma-norma dan nilai.
Instrumentalisme dalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu dengan cara utama menyelidiki bagaimana pikiran-pikiran berfungsi dalam penemuan-penemuan yang berdasarkan pengalaman-penglaman yang berdasarkan pengalaman yang mengenai konsekuensi-konsekuensi di masa depan.
Sehubungan hal diatas, menurut Dewey, penyelidikan adalah transformasi yang terawasi atau terpimpin dari suatu keadaan yang tak menentu menjadi suatu keadaan yang tertentu. Oleh karena itu, penyelidakan dengan penilannya adalah alat( instrumental) . jadi yang di maksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yag bermacam-macam.
Menurut Dewey, kita hidup dalam dunia yang belum selesai penciptaanya. Sikap Dewey dapat dipahami dengan sebaik-baiknya dengan meniliti tiga aspek dari yang kita namakan instrumentalisme.
ü  Pertama, kata temporalisme yang berarti ada gerak dan kemajuan nyata dalam waktu.
ü  Kedua, kata futurisme, mendorong kita untuk melihat hari esok dan tidak pada hari kemarin.
ü  Ketiga, milionarisme, berarti bahwa dunia dapat dibuat lebih baik dengan tenaga kita. Pandangan ini juga dianut oleh wiliam James.
C.  Logika Pragmatisme
Pragmatisme adalah aliran pemikiran yang memandang bahwa benar tidaknya suatu ucapan, dalil, atau teori, semata-mata bergantung kepada berfaedah atau tidaknya ucapan, dalil, atau teori tersebut bagi manusia untuk bertindak dalam kehidupannya.  Ide ini merupakan budaya dan tradisi berpikir Amerika khususnya dan Barat pada umumnya, yang lahir sebagai  sebuah upaya intelektual untuk menjawab problem-problem yang terjadi pada awal abad ini. 
Tentu saja, Pragmatisme tak dapat dilepaskan dari keberadaan dan perkembangan ide-ide sebelumnya di Eropa, sebagaimana tak bisa diingkari pula adanya pengaruh dan imbas baliknya terhadap ide-ide yang dikembangkan lebih lanjut di Eropa. William James mengatakan bahwa Pragmatisme yang diajarkannya, merupakan “nama baru bagi sejumlah cara berpikir lama”. Dan dia sendiri pun menganggap pemikirannya sebagai kelanjutan dari Empirisme Inggris, seperti yang dirintis oleh Francis Bacon (1561-1626), yang kemudian dikembangkan oleh Thomas Hobbes (1558-1679) dan  John Locke (1632-1704).  Pragmatisme, di samping itu, telah mempengaruhi filsafat Eropa dalam berbagai bentuknya, baik filsafat Eksistensialisme maupun Neorealisme dan Neopositivisme.
Berbicara mengenai pragmatism, ragmatisme sendiri berpegang teguh pada praktik, yaitu berusaha menemukan asal-mula serta hakikat terdalam segala sesuatu merupakan kegiatan yang sangat menarik, meskipun kegiatan tersebut luar biasa sulitnya. Sejarah menunjukkan sengketa mengenai masalah ini dibidang filsafat selalu menyebabkan adanya sebagian orang yang menolaknya sebagai masalah yang tidak mengandung harapan untuk dipecahkan, seperti halnya enganut neo-positivisme, dan menyebabkan sebagian orang yang lain memandangnya sebagai sesuatu yang tidak berfaidah.[2]
Penganut pragmatisme menaruh perhatian pada praktik. Mereka memandang hidup manusia sebagai suatu perjuangan untuk hidup yang langsung terus-menerus yang di dalamnya hal yang terpenting ialah konsekuensi-konsekuensi yang bersifat praktis. Konsekuensi-konsekuensi yang bersifat raktis tersebut erat hubungannya dengan makna dan kebenaran; demikian eratnya sehingga oleh seorang penganut pragmatise dikatakan bahwa kedua hal tersebut sesungguhnya meruakan keungguan. Salah seorang di antara peletak dasar pragmatism, yakni C.S. Peirce, mengatakan demikian:
“Untuk memastikan makna apakah yang dikandung oleh sesuatu konsepsi akali, maka kita harus memperhatikan konsekuensi-konsekuensi praktis apakah yang niscaya akan timbul dari kebenaran-kebenaran konsepsi tersebut“.[3]
Jika tidak menimbulkan konsekuensi-konsekuensi yang praktis maka sudah tentu tidak ada makna yang dikandungnya. Kesimpulan yang terakhir ini dinyatakan dalam semboyan yang menarik :“Apa yang tidak mengakibatkan perbedaan tidak mengandung makna.” Makna yang dikandung suatu pernyataan terdapat dalam konsekuensi yang niscaya timbul dari pertanyaan yang dianggap benar.
Dengan sjumlah cara, pragmatisme meruakan ajaran yang menarik bagi sementara orang. Misalnya paham tersebut menitikberatkan pada pengalaman dan bersifat naturalistik, tetapi sekaligus menyerahkan tugas yang nyata-nyata bersifat kreatif kepada orang yang memperoleh pengetahuan. Pragmatisme bersangkutan dengan masalah-masalah mengenai organisme di dalam perjuangan untuk kelangsungan hidupnya, dan menjadikan penyelesaian masalah sebagai pendorong bagi tingkah laku, dan karenanya sebagai kunci semua penafsiran kefilsafatan.
Bahkan perenungan kefilsafatan dipandang sebagai alat untuk menyelesaikan masalah mengenai penyesuaian. Selanjutnya pragmatisme memberi dorongan untuk bertindak. Di sinilah letak kekuatan kreatif suatu organisme. Ia tidak puas hanya dengan memandang sesuatu secara pasif. Di atas segala-galanya, pragmatisme merupakan suatu ajaran yang memberikan ukuran bagi makna dan kebenaran berdasarkan atas proses yang hidup dari penyelesaian masalah. Hal ini merupakan suatu yang sangat menarik bagi orang-orang pada umumnya, dan bagi seorang yang ingin mengubah dunia pada khususnya. [4]
Analisis Kritis atas Kekuatan dan Kelemahan Pragmatisme :
1.    Kekuatan pragmatisme
a.       kemunculan pragmatis sebagai aliran filsafat dalam kehidupan kontemporer, khususnya di Amerika Serikat, telah membawa kemajuan-kemnjuan yang pesat bagi ilmu pengetahuan maupun teknologi.Pragmatisme telah berhasil membumikan filsafat dari corak sifat yang Tender Minded yang cenderung berfikir metafisis, idealis, abstrak, intelektualis, dan cenderung berfikir hal-hal yang memikirkan atas kenyataan, materialis, dan atas kebutuhan-kebutuhan dunia, bukan nnati di akhirat. Dengan demikan, filsafat pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai (belief) pada hal yang sifatnya riil, indriawi, dan yang memanfaatnya bisa di nikmati secara praktis-pragmatis dalam kehidupan sehari-hari.
b.      Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yag liberal, bebas dan selalu menyangsikan segala yang ada. Barangkali dari sikap skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan memberi semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba membuktikan suatu konsep lewat penelitian-penelitian, pembuktian-pembuktian dan eksperimen-eksperimen sehingga munculllah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di badang sosial dan ekonomi.
c.       Sesuai dengan coraknya yang sekuler, pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan”. Suatu kepercyaan yang diterim apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui adanya sesuatu yang sakral dan mitos, Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompo pragmatisme merupakan pendukung terciptanyademokratisasi, kebebasan manusia dan gerakan-gerakan progresif dalam masyarakat modern.
2.    Kelemahan Pragmatisme
a.       Karena pragmatisme tidak mau mengakui sesuatu yang bersifat metafisika dan kebenaran absolute(kebenaran tunggal), hanya mengakui kebenaran apabilaa terbukti secara alamiah, dan percaya bahwa duna ini mampu diciptakan oleh manusia sendiri, secara tidak langsung pragmatisme sudah mengingkari sesuatu yang transendental(bahwa Tuhan jauh di luar alam semesta). Kemudian pada perkembangan lanjut, pragmatisme sangat mendewakan kemepuan akal dalam mencapai kebutuhan kehidupan, maka sikap-sikap semacam ini menjurus kepada ateisme.
b.      Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah sesuatu yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme menciptkan pola pikir masyarakat yang matrealis. Manusia berusaha secara keras untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang bersifat ruhaniah. Maka dalam otak masyarakat pragmatisme telah di hinggapi oleh penyakit matrealisme.
c.       Untuk mencapai matrealismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa memperdulikan lagi dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja tanpa mengenal batas waktu sekedar memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam struktur masyarakatnya manusipa hidup semakin egois individualis. Dari sini, masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.




D.  Simpulan
Istilah Pragmatisme  berasal dari kata Yunani pragma yang berarti perbuatan (action) atau tindakan (practice). Isme di sini sama artinya dengan isme-isme lainnya, yaitu berarti aliran atau ajaran atau paham. Jadi bila dilihat dari masing-masing pengertian di atas mengenai logika dan pragmatisme kita dapat mengetahui definisi sederhananya bahwa logika pragmatisme adalah logika yang berpaham pragmatis atau praktek, artinya mempraktekkan simpulan dari sebuah penalaran. Sebagai mana halnya dengan paham-paham yang lain pragmatisme juga mempunyai  kekuatan dan kelemahnnya.
Sedangkan pragmatisme mulai dirintis di Amerika oleh Charles S. Peirce (1893-1942), yang kemudian dikembangkan oleh William James (1842-1910) dan John Dewey (1859-1952).




[1]Surajiyo, dkk, Dasar-Dasar Logika, (Jakarta: Bumi Aksara,2009), hl: 7-8
[2] Lois O. Kattsoff, Pengantar Filsafat,(Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 2004), hl:126
[3] Charles S. Peirce. “How to Make Our Ideas Clear”. dalam Max Fisch (ed). Classic Amencan Philosoher, (New York. Apletion-Century-Crofts, Inc, 1951), hl: 78
[4] Lois O. Kattsoff, (Pengantar Filsafat), hl:130

Tidak ada komentar:

Posting Komentar