Selasa, 24 Mei 2011

ISLAM DI INDONESIA PADA ABAD KE-20

(Pada Masa Kemerdekaan Sampai Dekrit Presiden 5 Juli 1959)

BAB I
PENDAHULUAN
A.  Latar belakang
Sejarah merupakan peristiwa masa lampau yang sebenarnya telah membangun peradaban masa kini, serta juga yang menjadi titik tolak atau cermin masa depan. Berbicara sejarah berarti telah menguak sisi dunia masa lalu dari segala dimensi, betapa sejarah telah membuktikan eksistensinya guna membangun peradaban masa kini, bagi sebagian orang yang mengangap sejarah adalah masa lalu yang hanya dijadikan kenangan atau sebagai pelajaran yang tak perlu pembahasan atau refleksi bagi masa kini, bahkan sering kita mendengar selintingan bahwa “Yang berlalu biarlah berlalu” terlepas dari hal tersebut kita tidak bisa memungkiri fakta sejarah yang berhasil ataupun menjadi pegangan, pelajaran bagi kemajuan peradaban dunia. Maka apabila sebuah bangsa melupakan sejarahnya maka sesungguhnya bangsa tersebut adalah bangsa yang tak tahu berterima kasih, inilah sedikit pandangan bagaimana urgennya sejarah bagi masa kini dan masa yang akan datang.
Bung Karno sendiri mengatakan untuk bisa membangun negeri ini dan memproklamasikan bangsa kita tercinta ini karna memahami fakta sejarah. Dan dalam pembahasan makalah ini penulis akan menitik beratkan tentang sejarah bagaimana Islam sebagai sebuah agama mampu berperan aktif dalam pergolakan sejarah bangsa Indonesia, yang tak bisa di pungkiri dari sejarah bangsa Indonesia adalah peranan Islam yang sangat strategis dan fungsionalis baik dalam mencapai kemerdekaan Indonesia maupun dalam mempertahankan kemerdekaan dari sekutu, Jepang maupun dari kalangan internal bangsa sendiri.
Islam dalam sejarah tercatat bukan hanya berperan membangun kesadaran normatif umat akan tetapi telah menjalar dan mampu menegakkan maupun mempertahankan kemerdekaan yang telah diraih dengan perjuangan rakyat (bangsa Indonesia) tetap berada pada jalur mimpi para pejuang. Dan penulis pada kesempatran ini akan lebih mengarap pada sejarah pemikiran dan peradaban Islam pada masa pasca kemerdekaan Negara Republik Indonesia, Indonesia bisa mencapai kemerdekaan hakiki sebagai negara merdeka bukanlah berakhir ketika Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang dikumandangkan pada tanggal 17 agustus 1945 oleh Sukarno-Hatta kemudian menjadi sebuah bangsa merdeka yang tanpa intervensi dari bangsa maupun golongan lain yang seakan tak rela melihat bangsa ini menjadi bangsa merdeka seutuhnya, akan tetapi paska kemerdekaan Indonesia pun tokoh-tokoh bangsa harus berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan kita dari segala kepentingan ataupun intervensi bangsa penjajah, dan disinilah kembali Islam menjadi garda depan dalam mempertahankan kemerdekaan ini, ini mungkin bagi kalangan muda kita saat ini tidaklah tahu betapa peran dari Islam pada waktu itu apabila mereka enggan membaca sejarah bangsa ini dari multidimensi pergolakan sejarah bangsa Indonesia.
B.  Perumusan masalah
Berangkat dari hal bahwa pentingnya mengetahui sejarah khususnya peran agama Islam dalam mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia maka kiranya perlu merumuskan masalah sehingga kita mengetahui secara komperhensif peran agama Islam pasca kemerdekaan Bangsa Indonesia, maka penulis mengajukan tiga permasalahan yaitu:
1.    Bagaimanakah peran Islam dalam mempertahankan kemerdekaan?
2.    Bagaimanakah pemikiran dan peradaban Islam di indonesia pasca kemerdekaan?.
C.  Sistematika penulisan
Dalam makalah ini, penulis akan menggambarkan deskripsi sejarah dalam beberapa bab pada bab isi yang diawali dengan bab I pendahuluan yang berisikan latar belakang, rumusan masalah, dan sistematika penulisan. bab II berisi peran Islam dalam mempertahankan kemerdekaan dan dalam bab III beisi pemikiran dan peradaban Islam di Indonesia paska kemerdekaan dan kemudian selanjutnya penulis akan menarik kesimpulan yang akan tertuang pada Bab IV

BAB II
PERAN ISLAM DALAM MEMPERTAHANKAN KEMERDEKAAN
A.  Masa Kemerdekaan
Sesuai dengan janji Jepang kepada Indonesia sebelumnya bahwa akan membantu Indonesia dalam menggapai kemerdekaan dengan menmbentuk panitia kemerdekaan Indonesia. Pemerintah Jepang membentuk PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Soekarno, Hatta dan Dr. Radjiman diundang Marsekal Terauchi di Dalai (Vietnam). Dengan tujuan ingin menyakinkan Indonesia untuk mengumumkan kemer-dekaannya. Momen ini cukuplah tepat dengan kekalahan yang diderita Jepang dalam perang asia timur. Dengan dibomnya Hirosima dan Nagasaki pada tanggal 6 dan 9 agustus 1945 pada waktu itu, hal inilah yang membuat para pemuda mendesak Soekarno untuk mengumumkan tanggal 15 Agustus 1945 kemerdekaan melalui radio, namun Soekarno menolak desakan tersebut.
Para pemuda sadar bahwa mereka tidaklah mampu untuk melancarkan revolusi,  hingga akhirnya Soekarno-Hatta diculik oleh pemuda dan dibawa ke Rengasdengklok. Di Jakarta, ketidak hadiran Soekarno-Hatta dalam rapat PPKI menimbulkan kekhawatiran yang pada akhirnya Soebardjo menceritakan peristiwa penculikan tersebut dan bersedia mengantar kedua tokoh tersebut ke Jakarta. Dan setelah kedua tokoh ini menemui Jendral Nashimura yang menyatakan bahwa ia tidak bertanggung jawab lagi karena menderita kekalahan perang, dan akhirnya Soekarno membuat teks proklamasi yang disetujui oleh PPKI, Pada subuh jam 3 pagi 17 Agustus 1945 teks proklamasi kemerdekaan selesai dibuat, jam 10.00 dikumandangkan di Pegangsaan Timur 56 dengan dibacakaannya teks proklamasi ini berarti Indonesia telah merdeka. Dan pada tanggal 18 Agustus 1945 bangsa Indonesia memilih presiden dan wakil presiden pertama.
B.  Masa mempertahankan kemerdekaan
Dengan kekalahan Jepang dalam perang maka tentara sekutu datang ke Indonesia guna melucuti Jepang yang dilakukan dengan mendaratnya tentara sekutu tanggal 29 september 1945, tentara sekutu pada saat itu juga membawa tentara NICA (pasukan Belanda) dan mempersenjatai kembali bekas tentara KNIL (Belanda) dan berharap kembali mengulang sejarah penjajahan di Indonesia, dan pada tanggal 29 Oktober 1945 terjadilah pemberontakan rakyat Indonesia oleh ribuan pemuda yang telah mendapatkan senjata dari Jepang menyerbu tangsi-tangsi sekutu, dan selanjutnya pada tanggal 10 November Bung Tomo mengobarkan kembali perlawan yang berlansung selama tiga minggu di jalan-jalan. Ribuan rakyat dan pemuda Surabaya gugur dalam kondisi penuh semangat mempertahankan kemerdekaan Barisan yang berusaha dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia berasal dari berbagai macam golongan dan daerah. Di Jakarta pemuda-pemuda yang sebelumnya membentuk kelompok politik, Komite van Aktie bermarkas di jalan menteng Raya Nomor 31. Kelompok ini kemudian bergabung dengan API (Angkatan Pemuda Indonesia), BARA (Barisan Rakyat Indonesia), dan BBI (barisan Buruh Indonesia). Di Jawa lahir Hisbullah, Sabilillah, barisan Banteng, Pesindo (Pemuda Sosialis Indonesia), selain itu lahir juga barisan pelajar seperti Tentara Pelajar, di Semarang lahir AMRI (angkatan Muda Republik Indonesia), di Surabaya lahir PRI (pemuda Rakyat Indonesia), di Aceh ada Pemuda Republik Indonesia (PRI), dan lain-lain.[1]
Karena banyaknya intensitas perlawanan bangsa terhadap Belanda/Sekutu inilah akhirnya memaksa mereka untuk mengadakan perundingan dengan bangsa Indonesia yang kita kenal dengan Perjanjian Linggarjati (November 1946) atas prakarsa Inggris yang akan meninggalkan Indonesia. Akibat dari terbunuhnya beberapa perwira tinggi mereka dalam kobaran semangat juang putra pertiwi guna mempertahankan kemerdekaan.
Belanda sepeninggal Inggris tidak menaati isi perjanjian dengan agresi yang dilancarkan ke berbagai daerah di Indonesia, akan tetapi ini bukanlah melemahkan semangat perjuangan bangsa Indonesia justeru semakin mengobarkan semangat pantang menyerahkan kemerdekaan yang telah digapai dengan penuh pengorbanan, tercatat agresi Belanda secara besar-besaran dan menduduki posisi strategis bangsa ini seperti ibukota (Yogyakarta). Para pemimpin Republik (Soekarno-Hatta, dan lain-lain) diasingkan ke Bangka dan Prapat.
C.  Perjuangan umat Islam paska kemerdekaan
Selain disebutkan diatas bahwa dalam masa revolusi mempertahankan kemerdekaan yang dilakukan oleh pemuda dengan motor organisasi nasional mereka terdapat juga barisan-barisan lain yang berkorban dengan gagah berani mempertahankan kemerdekaan yaitu dari organisasi-organisasi Islam di berbagai penjuru bangsa. Seperti Barisan Kiai, Barisan Sabil, Perkumpulan Anak Deli Islam, Mujahidin di Aceh, Pasukan Islam daerah Pekalongan, AOI (Angkatan Oemat Islam). Selama pendudukan Jepang, kelompok-kelompok pemuda tercatat melancarkan sikap anti Belanda (Barat-kristen) tujuan semula untuk memperoleh dukungan penduduk Indonesia yang beragama Islam dalam perang, tetapi hasilnya adalah pengalangan kekuatan Islam pada seluruh lapisan. Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang dibentuk masa Jepang memperlihatkan ciri Islam kesatuan terlatih secara militer menggunakan nama Islam”Hisbullah” kader-kader pertama Hisbullah dilatih di Cibarusa, Januari 1945, dengan keanggotaan 5000 orang, setahun kemudian telah berjumlah 300.000 orang, kader-kader Peta dan Hisbullah yang terlatih militer melatih pemuda-pemuda daerah untuk memperoleh latihan militer.
Pemuda-pemuda daerah itu sebagaian besar adalah santri atau kiai, sebagaimana diketahui, kiai-kiai di Jawa tersebar di pedesaan dan memiliki pengaruh mendalam terhadap Fanatisme keIslaman masyarakat, sekali mengatakan “perang melawan kolonial untuk mempertahankan kemerdekaan itu wajib” para pengikutnya akan secara sadar mengikutinya, ketaatan ini diperkuat oleh kepandaian kiai tertentu memberikan kekuatan magis ataupun wirid-wirid, disamping itu, organisasi-organisasi besar Islam seperti Masyumi, NU, dan Muhamadiyah mengeluarkan fatwa bahwa perang melawan sekutu/Belanda itu adalah jihad, mengikuti jihad adalah wajib `ain, mati dalam perang adalah syahid. Dengan seruan jihad inilah maka semangat dari kaum muslimin untuk melawan kolonial Belanda berkobar, walaupun hanya bersenjatakan bambu runcing atau peralatan sederhana. Dan dalam catatan sejarah tentara sekutu/Belanda mengakui kemenangan para pejuang dengan meninggalkan bumi pertiwi.

BAB III
PEMIKIRAN DAN PERADABAN ISLAM DI INDONESIA
PASKA KEMERDEKAAN
A.  Pemikiran Islam di Indonesia paska kemerdekaan
Secara singkat periodesasi perkembangan pemikiran dan peradaban Islam bisa disederhanakan dalam beberapa zaman yaitu :
1.    Zaman Prapenjajahan (Dari masuknya Islam di Indonesia sampai masa penjajahan Belanda 1300-1600)
2.    Zaman Penjajahan Belanda (Dari masuknya Belanda di Indonesia sampai pendudukan Jepang 1600-1942)
3.    Zaman pendudukan Jepang (Dari pemerintahan Bala tentara Dai Nippon sampai proklamasi Kemerdekaan 1942-1945)
4.    Zaman kemerdekaan (1945 – sekarang)
Dari periodesasi di atas maka di makalah ini akan lebih difokuskan pada pembahasan pada Zaman kemerdekaan yaitu secara Khusus dari Tahun 1945-1969. Umat Islam pada priode kemerdekaan ini mengalami persoalan persoalan yang dihadapi pada masa revolusi sampai berujung pada munculnya Dekrit Presiden RI 5 Juli 1959.[2]
Dalam revolusi mempertahankan kemerdekaan tidak diragukan lagi bahwa fakta sejarah mencatat peranan besar umat Islam dalam melawan penjajah sangatlah besar, sehingga dari peran umat Islam yang dinilai sangat besar inilah pada sat itu para tokoh-tokoh Islam khususnya ulama dan kiai menginginkan dalam momentum perumusan UUD adalah awal dari terbentuknya masyarakat muslim akan tetapi pada saat itu kondisi Indonesia mengalami masalah-maslah yang harus diselesaikan dengan segera seperti masalah angkatan bersenjata pembubaran RIS serta masalah silih bergantinya kabinet, dalam sejarah tercatat dalam tiga tahun kabinet pada saat itu berganti sebanyak tiga kali.
Pemerintah Indonesia yang baru dibentuk ini pada dasarnya dibentuk oleh Koalisi Muslim dan beberapa partai Nasionalis seperti Masyumi, NU, PNI, dan PKI.
Niat kaum muslim adalah mendirikan negara muslim karena bukan hanya peran yang besar dari kaum muslimin baik dalam mencapai kemerdekaan tetapi juga dalam mempertahankan kemerdekaan, disamping itu juga kabinet yang terbentuk pasca revolusi adalah sebagaian besar dari kalangan muslim.Bagi kelompok muslim konservatif, bahwa sebuah parlemen kiai harus dibentuk untuk mengesahkan perundangan dan untuk mengadakan penyesuaian dengan hukum Islam, dan bagi kelompok reformis, ia merupakan sebuah proklamasi prinsip yang bersifat umum, bahwa penyelenggaraan negara harus sesuai dengan syariat Islam. Dalam perkembangan sealanjutnya, untuk meredam keinginan umat Islam, konstitusi merancang pembentukan Departemen Agama.[3]
Dengan kekalahan aspirasi muslim untuk membentuk sebuah negara Islam, kekuasaan negara dimiliki oleh Presiden Soekarno dan pasukan militer, pada tahun 1957 Soekarno menciptakan sistem parlementer, namun ketika sistem parlementer tidak kunjung berhasil, Soekarno menciptakan sistem “Demokrasi Terpimpin” dalam sidang majelis konstituante pada tanggal 10 Oktober 1956 yaitu didalam membentuk kabinetnya duduk golongan komunis, nasionalis, dan golongan muslim tradisional (NU), sedangkan golongan muslim reformis dikecam (Masyumi dibubarkan). Masa demokrasi parlementer ini juga sarat dengan konflik baik antara partai Islam dengan partai nonIslam, yang dalam tubuh Masyumi sendiri terjadi perpecahan yang semula Masyumi dibangun untuk menggalang persatuan umat Islam dalam bernegara dan berpemerintahan akan tetapi dalam ranah politik praktis ternyata tidak seluruhnya menerima dengan senang hati.[4] Dalam sebuah literatur dikatakan “Perpecahan yang sangat mengguncangkan umat Islam dalam Masyumi terjadi tahun 1952” dan akibat dari perpecahan ini berdampak negatif terhadap pemilu tahun 1955, seluruh partai Islam (Masyumi, NU, PSII, Perti) memperoleh 44% suara. Setelah Indonesia memasuki masa pemerintahan demokrasi terpimpin yang dimotori oleh Soekarno, maka terjadilah perpecahan-perpecahan yang memang pada saat itu mendapat tantangan dari kelompok Islam dibawah pimpinan Moh.Natsir yang mengangap sistem tersebut sebagai sistem dictator, dan pada akhirnya Muhammad Hatta yang menyatakan juga ketidak setujuannya mengundurkan diri dari jabatannya pada tanggal 1 Desember 1956, dan mulailah babak baru perpecahan di dalam negeri ini, masyarakat yang mendukung keputusan Bung Hatta berubah menjadi sikap anti terhadap pemerintahan pusat di Jakarta yang dianggap telah mengabaikan pembangunan daerah yang notabenenya sebagai penyumbang devisa negara .
Majelis Konstituante hasil pemilu 1955 mulai bersidang di Bandung 10 November 1956 dengan tugas merumuskan UUD.yang tetap setelah diganti Konstitusi RIS yang masih bersifat sementara. Dalam perdebatan panjang mengenai dasar dan bentuk negara ini apakah berdasarkan Islam ataukah nasionalis tidak dapat dipertemukan. Akhirnya pada tanggal 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden RI/Panglima Tertinggi Angkatan Perang. Isi Dekrit adalah :
1.    Pembubaran Majelis Konstituante
2.    Kembali ke UUD 1945 dan mencabut UUD Sementara
3.    Membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara yang terdiri dari anggota DPR ditambah utusan daerah dan golongan serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara.
B.  Peradaban Islam di Indonesia paska kemerdekaan
Dilihat dari Pemikiran umat Islam pada saat pra kemerdekaan bahwa umat Islam bukan hanya terfokus pada perjuangan kemerdekaan atau perjuangan mempertahankan kemerdekaan, tetapi umat Islam khususnya ulama pada saat itu juga mempunyai cita-cita lain yaitu mendirikan perguruan tinggi. Di samping telah berdirinya madrasah-madrasah hasil dari cipta karya para kiai sebelumnya, dan seperti dijelaskan diatas bahwa Departemen Agama (DEPAG) yang didirikan dalam Kabinet Syahrir persoalan pendidikan mendapat perhatian lebih serius.
1.    Bidang Pendidikan
Badan Pekerja Komite Nasional Pusat dalam bulan Desember 1945 menganjurkan pendidikan dimadrasah. Adapun tingkatan pendidikan madrasah pada awalnya adalah sebagai berikut :
a.       Awwaliyah   (3 kelas)
b.      Ibtida`iyah    (3 kelas)
c.       Tajhiziyah     (4 kelas)
d.      Muallimin     (4 kelas)
e.       Takhasus       (2 kelas)
Pada perkembangannya (± tahun 1945) berubah menjadi :
a.       Raudlatul Athfal    (2 tahun)
b.      Ibtida`iyah             (6 tahun)
c.       Tsanawiyah            (3 tahun)
d.      Aliyah                    (3 tahun)
Sekolah agama, termasuk madrasah, ditetapkan sebagai model dan sumber Pendidikan Nasional yang berdasarkan Undang-undang Dasar 1945. Eksistensi pendidikan agama sebagai komponen pendidikan Nasional dituangkan dalam Undang-undang Pokok Pendidikan dan Pengajaran Nomor 4 Tahun 1950, bahwa belajar di sekolah-sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari Menteri Agama dianggap telah memenuhi kewajiban belajar.[5]
Dan dalam bidang pendidikan perguruan tinggi pun mulai tumbuh dengan bertolak dari dibukanya “Islamic College pertama tanggal 9 Desember 1940 di Padang” akan tetapi embrio awal yaitu. Masa menjelang kemerdekaan, tepatnya 8 Juli 1945 timbullah gagasan untuk mendirikan perguruan tinggi yang bernafaskan Islam, momentum inilah sebagai awal pemikiran dan peradaban baru di dunia pendidikan tinggi Islam di Indonesia. Pada tahun 1938 Dr. Sukiman Wirjosandjojo di Jawa Tengah menyelenggarakan musyawarah antara beberapa ulama dan kaum cendikiawan dalam membicarakan usaha untuk mendirikan perguruan tinggi dan kemudian beliau menyampaikan ide mendirikan lembaga pendidikan tinggi Islam ke dalam forum Muktamar Majelis Islam A`la Indonesia (MIAMI) yang berakhir dengan didirikannya perguruan tinggi Islam di Solo pada tahun 1939, akan tetapi pada tahun 1941 bubar (ditutup) karena pecahnya perang dunia II. . Pada perkembangan selanjutnya MIAMI diubah namanya menjadi Masyumi (Majelis Syuro Muslimin Indonesia, yang berarti Majelis Permusyawaratan Umat Islam Indonesia), pada awal tahun 1945 Masyumi melahirkan beberapa keputusan yang sangat penting dalam perjuangan dalam bidang pendidikan dan politik, antara lain dengan menarik dua keputusan penting yaitu; Pertama, membentuk barisan mujahidin dengan nama Hisbullah, barisan ini memainkan peranan penting dalam sejarah perjuangan Indonesia menjelang dan sesudah merdeka. Kedua, mendirikan perguruan tinggi Islam dengan nama Sekolah Tinggi Islam (STI) dan pada membentuk rancangan-rancangan pendirian STI sebagai aplikasi dari keputusan Masyumi tersebut .Maka bertepatan dengan hari peringatan Israk Mikraj Nabi, yakni, tanggal 27 Rajab 1364 yang bertepatan dengan tanggal 8 Juli 1945 M, Sekolah Tinggi Islam (STI) resmi dubuka, Upacara peresmian/pembukaan STI itu diselenggarakan di gedung Kantor Imigrasi Pusat, Gondangdia, Jakarta. Dan setelah 40 hari berdirinya STI proklamsai kemerdekaan Indonesia dikumandangkan oleh Sukarno-Hatta, selanjutnya karena pada saat itu terjadi pergolakan mempertahankan kemerdekaan di Jakarta dan dengan dipindahkannya ibukota Negara ke Yogyakarta maka STI pun berpindah ke Yogyakarta yaitu setelah beberapa bulan dari pendirian STI sendiri.Setelah kepindahannya ke Yogyaklarta STI dibuka dengan resmi pada tanggal 10 April 1946 (27 Rajab 1365) yang dihadiri oleh Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh.Hatta[6].
Dengan demikian STI yang ada dan berpusat di Yogyakarta sekarang adalah UII yang diresmikan pada tanggal 27 Rajjab 1367 H atau 10 Maret 1948 yang merupakan kelanjutan dan pengganti dari STI yang pertama kali di Jakarta tanggal 8 Juli 1945.


BAB IV
PENUTUP
Pada kesimpulan ini secara garis besar dapat kita lihat bahwa peranan umat Islam dalam menggapai kemerdekaan maupun dalam mempertahankan kemerdekaan sangatlah besar, ini terlihat dari pra kemerdekaan umat Islam bahu membahu bersama pejuang lainnya baik secara kedaerahan maupun yang bersifat nasionalime bersama-sama mengangkat senjata guna melawan kekejaman penjajahan yang telah menindas bangsa ini selama berabad-abad, dan pada era pasca kemerdekaan pun peran dari umat Islam sangatlah signifikan yang berujung pada penuntutaan umat Islam untuk menjadikan Negara ini sebagai Negara Islam pada awalnya, akan tetapi setelah mengalami pergolakan yang panjang Negara Indonesia berasaskan pancasila, akan tetapi pada hakikatnya umat Islam telah berhasil menanamkan nilai-nilai Islami pada dasar Negara ini, ini terbukti dari berkembang dengan pesatnya pemikiran-peikiran Islam pada zaman itu sampai sekarang ini tidaklah lepas dari keberhasilan umat Islam dalam membangun Indonesia yang sesuai dengan nilai Islam, dan dalam ranah peradaban dapat kita lihat dengan berkembangnya peradaban Islam dalam berbagai sektor., yang hari ini terungkap dengan gamblang dari peradaban Islam dan tentunya kita menikmatinya sampai hari ini.

                                                       DAFTAR PUSTAKA
http://erlanmuliadi.blogspot.com, diakses pada tanggal 09 Januari 2011
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia, diakses pada tanggal 08 Januari 2011
Sumartama, Pergulatan Wacana Teologi Islam Abad ke-20, dalam internet, website: http://sg.serambi.co.id/modules.php, diakses pada tanggal 11 Januari 2011
Umdah al-Baroroh, Geneologi Gerakan Islam di Indonesia, dalam internet, website: http://islamlib.com/id/artikel/genealogi-gerakan-islam-di-indonesia, diakses pada tanggal 09 Januari 2011







[1] http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia, diakses pada tanggal 08 Januari 2011
[2] http://erlanmuliadi.blogspot.com, diakses pada tanggal 09 Januari 2011
[3] Sumartama, Pergulatan Wacana Teologi Islam Abad ke-20, dalam internet, website: http://sg.serambi.co.id/modules.php, diakses pada tanggal 11 Januari 2011
[4] Umdah al-Baroroh, Geneologi Gerakan Islam di Indonesia, dalam internet, website: http://islamlib.com/id/artikel/genealogi-gerakan-islam-di-indonesia, diakses pada tanggal 09 Januari 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar