Minggu, 23 September 2012

KELEMBAGAAN AGAMA ISLAM

A.    Gambaran Umum
Seminar tentang sejarah masuknya Islam ke Indonesia di kota Medan pada bulan Maret 1963 yang dihadiri oleh para ahli sejarah dari seluruh pelosok tanah air, menjelaskan bahwa Islam pertama kali masuk ke Indonesia pada abad pertama Hijriyah atau bertepatan dengan abad ke tujuh Masehi, langsung dari Arab, dibawa oleh para saudagar dalam perjalanan mereka untuk mencari rempah-rempah dikepulauan Nusantara. Para ahli sejarah menganggap bahwa Pasai di daerah aceh adalah kerajaan pertama yang beragama Islam. Dari daerah inilah Islam berkembang ke tiga jurusan dengan aman dan tanpa paksaan.
1.    Jurusan Pidie, Aceh Besar, Daya, Trumon, Barus, Pariaman, dan sekitarnya, sepanjang pesisir barat pulau Sumatra.
2.    Jurusan Malaka dan pulau-pulau sekelilingnya.
3.    Jurusan Pesisir Utara, pulau Sumatera dan Jawa.
B.     Tata kelembagaan Islam di Indonesia
Tata kelembagaan di Indonesia pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1.    Ilmu Tauhid, sebagai sistem ketuhanan
2.    Ilmu Fiqh,  sebagai sistem ilmu hukum
3.    Ilmu Tasawuf/ ilmu Suluk, sebagai sistem kesusilaan dan kegaiban (mistik)
Dari ketiga ilmu itu, ilmu fiqh yang sangat mempengaruhi bentuk kelembagaan, karena ilmu fiqh menyangkut bidang kegiatan peribadatan dan lainnya, termasuk hubungan manusia dengan Tuhan, Muslim, dan sesamanya.
Dalam ajaran hukum Islam (ilmufiqh), ditentukan lima kategori bagi setiap tindak-tanduk manusia, yaitu :
1.    Wajib atau farduh, hal-hal yang harus dilaksanakan. Kategori ini bisa dibagi menjadi dua, fardu ‘ain (kewajiban individual) dan fardu kifayah (kewajiban kolektif bagi sekelompok masyarakat)
2.    Sunnah, hal-hal yang diseyogiakan
3.    Mubah atau ja’iz, hal yang tidak diharuskan dan diharamkan
4.    Makruh, hal-hal yang seyogianya dihindarkan
5.    Haram, hal-hal yang diharamkan
Secara umum fardu kifayah tersebut dapat dikelompokkan sebagai berikut:
1.    Memberikan nasehat dan fatwa kepada sesama Muslim, yang disebut al-iftah, yang secara konkrit berupa penyiaran agama (da’wah) dan pendidikan (tarbiyah). Orang yang mengmban amanah tersebut bisa dibilang ‘alim Ulama’.
2.    Mendirikan shalat Jum’at. Kewajiban kewajiban untuk melakukan shalat jum’at- menurut ajaran Madzhab Syafi’i yang sangat berpengaruh di indonesia-barulah dibebankan secara bersama bila dalam kelompok masyarakat Islam yang bermukim pada suatu wilayah tertentu sudah ada paling sedikit 40 orang laki-laki. Shalat jumat dilakukan di masjid Jami’.
3.    Menyelenggarakan kesejahteraan umum, seperti mengurus kematian, pemeliharaan anak yatim, ketertiban bersama dan lain-lain yang berkenaan dengan kemaslahatan umat.
4.    Melaksanakan peradilan (qadla’). Ketertiban dan kesejahteraan masyarakat akan terjamin bila sengketa atas hak dan kewajiban anggota msyarakat dapat penyelesaian yang baik. Islma mengajarkan bahwa penyelenggaraan peradilan merupakan kewajiban kolektif (fardu kifayah). Pelaksanaannya dapat terjadi dalam tiga bentuk. Pertama, peradilan harus dilakukan atas dasar pelimpahan wewenang, yaitu “tausiyah” dari imam.  Kedua, bila tidak terdapat imam, maka pelaksanaan peradilan dilakukan atas dasar penyerahan wewenang secara kesepakatan dari para tertua dan sesepuh masyarakat. Ketiga, dalam kedaan tertentu, terutama bila tidak terdapat hakim, maka dua orang yang saling sengketa dapat mengangkat seseorang untuk bertindak sebagai hakim, dengan persyaratan antara lain kedua belah pihak bersepakat untuk mematuhi keputusannya.
5.    Mendirikan kepemimpinan umat dalam negara (imamah). Fungsi utamanya adalah sebagai kelanjutan tugas kenabian yang mengarah kepada dua hal, yaitu: memelihara agama dan mengatur dunia, baik dalam arti sipil maupun militer.
6.    Lembaga fardu kifayah dengan organisasi massa/politik. Dalam hal ini dibagi dalam dua kelembagaan, yaitu kelembagaan yang bersifat hukum perdata dan kelembagaan yang bersifat publik atau tatanegara. 
C.    Majelis Ulama Indonesia
Aspirasi masyarakat mendukung akan terbentuknya majelis ini untuk mempersatukan segenap ulama Indonesia. Selain ituterdapat juga aspirasi dari pemerintah, yaitu:
1.    Mutlak perlunya suatu wadah yang mempersatukan segenap ulama Indonesia guna meningkatkan peranannya dalam Pembangunan Nasional.
2.    Para ulama Indonesia diharapkan menjadi penerjemah yang menyampaikan pikiran-pikiran dan kegiatan pembangunan nasional dan daerah kepada msyarakat.
3.    Memberikan bahan-bahan pertimbangan yang berhubungan dengan kehidupan beragama kepada pemerintah dan sekaligus merupakan penghubung antara pemerintah dan ulama.
4.    Melalui wadah Ulama Islam Indonesia diharapkan dapat mewujudkan forum di mana para ualama dan pemuka berbagai agama atau wakil-wakil dari berbagai organisasi keagamaan yang ada dapat terhimpun, bermusyawarah dan bekerja sama dalam rangka terus menerus memupuk hubungan yang harmonis antar pemeluk agama yang berlainan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar